Dikirim
oleh Maznan Mohamad dari Mpok Aisyah
PERCAKAPAN TERAKHIR FATIMAH AZ ZAHRA'
3 Jamad Al-Tsani tahun 11 Hijrah.
Hari itu Fatimah berkata kepada seluruh anggota keluarganya bahwa beliau sudah merasa baikan. Rasa nyeri di tulang iga dan di tangannya, sudah jauh berkurang. Demam yang ditimbulkan oleh rasa sakit, jauh sudah menurun.
Beliau bangkit dari tidurnya, seperti galibnya, mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Saat memaksakan dirinya untuk memandikan anak-anaknya; muncul bibi Fizzza dan Imam Ali untuk membantunya. Beliau menolaknya. Fatimah selesai memandikan anak-anak kemudian memakaikan pakaian dan memberikan makanan hingga kenyang. Setelah itu mengirimkan anak-anaknya pada saudara sepupunya.
Hari itu Fatimah berkata kepada seluruh anggota keluarganya bahwa beliau sudah merasa baikan. Rasa nyeri di tulang iga dan di tangannya, sudah jauh berkurang. Demam yang ditimbulkan oleh rasa sakit, jauh sudah menurun.
Beliau bangkit dari tidurnya, seperti galibnya, mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Saat memaksakan dirinya untuk memandikan anak-anaknya; muncul bibi Fizzza dan Imam Ali untuk membantunya. Beliau menolaknya. Fatimah selesai memandikan anak-anak kemudian memakaikan pakaian dan memberikan makanan hingga kenyang. Setelah itu mengirimkan anak-anaknya pada saudara sepupunya.
Imam
Ali bertanya kepada isterinya apa yang terjadi dengan dirinya.
Fatimah menjawab: “Hari ini adalah hari terakhir dari hidupku. Aku ingin memandikan anak-anakku dan memakaikannya baju untuk yang terakhir kalinya karena setelah ini mereka akan menjadi anak-anak piatu, tak beribu!”
Fatimah menjawab: “Hari ini adalah hari terakhir dari hidupku. Aku ingin memandikan anak-anakku dan memakaikannya baju untuk yang terakhir kalinya karena setelah ini mereka akan menjadi anak-anak piatu, tak beribu!”
Imam
Ali kemudian bertanya bagaimana Fatimah bisa tahu bahwa ini adalah hari
terakhir hidupnya dan sebentar lagi akan datang hari kematiannya. Fatimah
menjawab bahwa ia melihat ayahanda tercintanya (Rasulullah) dalam mimpinya.
Rasulullah berkata bahwa Fatimah akan segera bergabung dengan Rasulullah pada
malam itu.
IMAM
ALI: “Sebutkanlah apa yang kamu inginkan untuk aku lakukan, wahai puteri
Rasulullah”
(Imam Ali lalu meminta semua orang untuk meninggalkan rumah itu agar bisa bicara tenang dengan isterinya. Imam Ali kemudian duduk di samping isterinya)
.
FATIMAH : Suamiku tercinta, engkau tahu benar apa yang telah aku lakukan dan untuk apa aku lakukan itu semua. Aku mohon agar engkau memaafkan kecerewetanku selama ini. Mereka telah menderita terlalu banyak karena kecerewetanku ini selama aku sakit dan aku sekarang ingin melihat mereka bahagia di akhir hidupku ini. Aku bahagia sekaligus aku juga bersedih hati. Aku bahagia karena sebentar lagi aku terbebas dari segala kesulitan hidupku dan aku akan segera bertemu dengan ayahku. Aku bersedih hati karena sebentar lagi aku akan berpisah dengan engkau, suamiku.
Suamiku tercinta,…………engkau tahu benar bahwa aku tak pernah berdusta. Aku juga tetap setia dan berkhidmat padamu. Pernahkah aku membantahmu selama aku menjadi isterimu?
.
IMAM ALI: Masya Allah! Engkau adalah orang yang paling mengenal Allah. Isteri yang paling berbakti pada suaminya. Isteri yang paling shalehah. Engkau lebih mulia dan lebih bertakwa sehingga takkan mungkin engkau membangkang kepadaku.
Sungguh betapa beratnya aku harus berpisah denganmu dan harus kehilanganmu. Akan tetapi peristiwa ini memang takkan mungkin terelakan.
Demi Allah! Engkau telah membuat kedukaanku kembali lagi. Baru saja aku bersedih hati karena ditinggalkan oleh Rasulullah, sekarang aku harus ditinggalkan olehmu. Sungguh kematianmu dan berpulangnya engkau itu adalah sebuah musibah yang sangat besar bagiku. Kepada Allah-lah semua kita berpulang. Semuanya ini milik Allah ta’ala, dan kepadaNyalah kita akan kembali (QS. 2: 156). Betapa pedihnya musibah ini. Musibah ini begitu besarnya hingga tak ada lagi bandingan yang sepadan dengannya.”
.
(Kemudian mereka berdua menangis bersama. Imam Ali memeluk isterinya yang tercinta seraya berkata)
(Imam Ali lalu meminta semua orang untuk meninggalkan rumah itu agar bisa bicara tenang dengan isterinya. Imam Ali kemudian duduk di samping isterinya)
.
FATIMAH : Suamiku tercinta, engkau tahu benar apa yang telah aku lakukan dan untuk apa aku lakukan itu semua. Aku mohon agar engkau memaafkan kecerewetanku selama ini. Mereka telah menderita terlalu banyak karena kecerewetanku ini selama aku sakit dan aku sekarang ingin melihat mereka bahagia di akhir hidupku ini. Aku bahagia sekaligus aku juga bersedih hati. Aku bahagia karena sebentar lagi aku terbebas dari segala kesulitan hidupku dan aku akan segera bertemu dengan ayahku. Aku bersedih hati karena sebentar lagi aku akan berpisah dengan engkau, suamiku.
Suamiku tercinta,…………engkau tahu benar bahwa aku tak pernah berdusta. Aku juga tetap setia dan berkhidmat padamu. Pernahkah aku membantahmu selama aku menjadi isterimu?
.
IMAM ALI: Masya Allah! Engkau adalah orang yang paling mengenal Allah. Isteri yang paling berbakti pada suaminya. Isteri yang paling shalehah. Engkau lebih mulia dan lebih bertakwa sehingga takkan mungkin engkau membangkang kepadaku.
Sungguh betapa beratnya aku harus berpisah denganmu dan harus kehilanganmu. Akan tetapi peristiwa ini memang takkan mungkin terelakan.
Demi Allah! Engkau telah membuat kedukaanku kembali lagi. Baru saja aku bersedih hati karena ditinggalkan oleh Rasulullah, sekarang aku harus ditinggalkan olehmu. Sungguh kematianmu dan berpulangnya engkau itu adalah sebuah musibah yang sangat besar bagiku. Kepada Allah-lah semua kita berpulang. Semuanya ini milik Allah ta’ala, dan kepadaNyalah kita akan kembali (QS. 2: 156). Betapa pedihnya musibah ini. Musibah ini begitu besarnya hingga tak ada lagi bandingan yang sepadan dengannya.”
.
(Kemudian mereka berdua menangis bersama. Imam Ali memeluk isterinya yang tercinta seraya berkata)
IMAM
ALI: Suruhlah aku untuk melakukan apa yang engkau mau; engkau niscaya akan
melihatku patuh dan setia pada apa yang engkau perintahkan. Akan aku utamakan
segala apa yang engkau mintakan kepadaku. Akan aku utamakan kemauanmu itu
diatas kemauanku.
FATIMAH:
Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu, suamiku. Sekarang, dengarlah
wasiatku ini. Pertama, menikahlah segera sepeninggalku, akan tetapi engkau
harus terlebih dahulu menikahi keponakanku Umamah. Umamah itu akan
memperlakukan anak-anak kita seperti aku memperlakukan anak-anak kita. Selain
itu, laki-laki itu tak bisa hidup layak tanpa adanya kehadiran seorang
perempuan di sisinya. Umamah mencintai anak-anak kita dan Husein sangat dekat
dengannya. Lalu biarkanlah Fizza (pembantu keluarga Imam Ali) tetap bersamamu
hingga ia menikah. Apabila ia masih mau bersamamu keluarga kita, biarlah ia
tetap bersama. Fizza itu lebih dari sekedar pembantu bagiku. Aku mencintai
Fizza seperti aku mencintai anak perempuanku sendiri.”
.
FATIMAH : (kemudian melanjutkan pembicaraannya) Aku mohon padamu agar nanti ketika aku dikuburkan jangan sampai ada satu orangpun yang pernah mendzalimiku hadir di pemakamanku. Mereka telah menjadi musuhku dan yang telah menjadi musuhku itu telah menjadi musuh Allah dan RasulNya.
Jangan juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk menshalatiku.
Jangan juga beri kesempatan yang sama kepada para pengikutnya.
Aku ingin engkau memandikan jenazahku di malam hari; kafani aku juga di malam hari dan shalati aku dan kuburkan aku di malam yang sama ketika semua mata umat manusia sedang tertutup dan semua pandangan tak terjaga. Setelah penguburan selesai, duduklah di dekat kuburku dan bacakan AlQur’an untukku.
.
Jangan sampai kematianku ini membuatmu patah semangat. Engkau harus berkhidmat kepada Islam dan kemanusiaan dalam jangka waktu yang lama setelah kematianku. Jangan sampai penderitaanku ini menjadikan hidupmu susah, berjanjilah kepadaku, wahai suamiku.
.
FATIMAH : (kemudian melanjutkan pembicaraannya) Aku mohon padamu agar nanti ketika aku dikuburkan jangan sampai ada satu orangpun yang pernah mendzalimiku hadir di pemakamanku. Mereka telah menjadi musuhku dan yang telah menjadi musuhku itu telah menjadi musuh Allah dan RasulNya.
Jangan juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk menshalatiku.
Jangan juga beri kesempatan yang sama kepada para pengikutnya.
Aku ingin engkau memandikan jenazahku di malam hari; kafani aku juga di malam hari dan shalati aku dan kuburkan aku di malam yang sama ketika semua mata umat manusia sedang tertutup dan semua pandangan tak terjaga. Setelah penguburan selesai, duduklah di dekat kuburku dan bacakan AlQur’an untukku.
.
Jangan sampai kematianku ini membuatmu patah semangat. Engkau harus berkhidmat kepada Islam dan kemanusiaan dalam jangka waktu yang lama setelah kematianku. Jangan sampai penderitaanku ini menjadikan hidupmu susah, berjanjilah kepadaku, wahai suamiku.
IMAM
ALI: Baik, Fatimah. isteriku tercinta. Aku berjanji.
FATIMAH:
Aku tahu bagaimana rasa cintamu kepada anak-anak kita akan tetapi
berhati-hatilah dengan anak kita Husein. Ia sangat mencintaiku dan ia akan
merasa sangat kehilangan diriku. Jadilah seorang ibu untuknya. Hingga saat ini
ia masih suka tidur di dadaku, dan sekarang ia akan segera kehilangan itu.
.
(Imam Ali membelai tangan Fatimah yang patah dan menyapu air matanya yang hangat. Fatimah memandang sendu kepada Imam Ali dan kemudian berkata:)
.
(Imam Ali membelai tangan Fatimah yang patah dan menyapu air matanya yang hangat. Fatimah memandang sendu kepada Imam Ali dan kemudian berkata:)
FATIMAH:
Janganlah meratapiku, wahai suamiku. Aku tahu betul di balik wajahmu yang keras
ada hati yang sangat lembut. Engkau sudah terlalu banyak menderita dan engkau
akan menderita lagi lebih banyak.”
Fatimah
Az-Zahra sudah siap menemui Tuhannya. Ia sekarang mandi membersihkan dirinya
kemudian berpakaian lengkap dan sudah itu langsung berbaring di atas
ranjangnya. Ia meminta Asma binti Umays untuk menunggu dirinya sebentar dan
kemudian memanggil namanya. Apabila tidak ada jawaban ketika namanya
dipanggil……………berarti Fatimah sudah meninggalkan dunia ini menemui Tuhannya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan