Posted on 20 Juli 2012by
Sayyidah Fatimah Az-Zahra as
Teladan Wanita Seluruh Alam
Hari Lahir Sayyidah Fathimah as
Sayyidah Fathimah lahir pada
tanggal 20 Jumadil Tsani tahun ke lima kerasulan Nabi saw. Pada masa itu usia ayahnya;
Nabi Muhammad saw 45 tahun dan usia ibunya; Khadijah binti Khuwailid 60 tahun.
Nama-nama beliau antara lain:
Fathimah, Shiddiqah, Zahra, Mubarakah, Radhiyah, Mardhiyah, Thohirah, Zakiyah,
Muhaddatsah.
Julukan beliau lebih dari tiga puluh sebagaimana yang ada dalam ziarah-ziarah atau sifat-sifat yang telah disebutkan oleh Rasulullah sendiri untuk beliau seperti, Ummul Aimmah, Ummu abiha, Ummul hasan, Ummul husein, Ummul muhsin, Batul, Haniyah, Al-Hurrah, Hashon, Haura insiyah, sayyidah An-Nisa Al-Alamin, shobirah, muthohharah, syahidah, dan sebaginya.
Julukan beliau lebih dari tiga puluh sebagaimana yang ada dalam ziarah-ziarah atau sifat-sifat yang telah disebutkan oleh Rasulullah sendiri untuk beliau seperti, Ummul Aimmah, Ummu abiha, Ummul hasan, Ummul husein, Ummul muhsin, Batul, Haniyah, Al-Hurrah, Hashon, Haura insiyah, sayyidah An-Nisa Al-Alamin, shobirah, muthohharah, syahidah, dan sebaginya.
Beliau dinamakan Fathimah yang
artinya putus, pisah yakni beliau dan para pengikutnya terpisah dan terputus
dari api neraka.
Masa Kecil Sayyidah Fathimah as
Beliau hidup pada zaman yang
penuh tantangan karena pada masa itu adalah masa dakwah ayahnya dalam mengajak
masyarakat untuk beriman kepada Allah swt. di mana orang-orang Quraisy pada
saat itu karena kesombongannya dengan harta kekayaan dan nasabnya mereka merasa
bangga dan tidak mau beriman kepada Allah swt. Faktor lain yang membuat mereka
tidak beriman adalah mengikuti agama dan keyakinan nenek moyang mereka sebagai
penyembah berhala. Pada kondisi seperti ini hanya sedikit orang-orang yang
beriman kepada Allah swt dan kenabian Muhammad saw. mereka yang beriman
khususnya para mustadh’afin dan orang-orang yang teraniaya.
Selain Nabi Muhammad sekeluarga
ada beberapa keluarga yang beriman antara lain keluarga Yasir bin Amir dan anak
istrinya yang bernama Sumayyah dan Ammar bin Yasir. Sumayyah adalah wanita
syahid pertama dalam islam. Ia terbunuh karena membela islam dan Rasulullah saw
sehingga rela dibantai oleh kaum Quraisy. Orang yang mendukung Rasulullah dalam
rumah adalah Khadijah binti Khuwailid dan pendukung di luar rumah adalah paman
Rasulullah saw yang bernama Abu Thalib. Akan tetapi setelah meninggalnya
Khadijah dan Abu Thalib, Fathimah lah yang menjadi pendukung ayahnya di rumah
karena sepeninggal Khadijah dan Abu thalib orang-orang kafir semakin merajalela
dalam memusuhi Rasulullah saw.
Pada tahun kelima hijriah ibu
Sayyidah Fathimah a.s. meninggal dunia. Beliau hidup bersama ayahnya sehingga
saat orang-orang kafir menganiaya ayahnya. Beliau adalah satu-satunya orang
yang selalu menjadi pendingin dan penenang hati ayahnya oleh karenanya beliau
dijuluki sebagai Ummu abiha, yakni ibu ayahnya. Beliau selain sebagai putri
juga sebagai ibu dari ayahnya dalam mengemban risalah islam.
Fathimah adalah Bagian dari
Diri Nabi saw
Para perawi baik dari Syi’ah
maupun Ahli Sunah telah meriwayatkan hadis yang berbunyi: “Fathimah adalah
bagian dariku barang siapa yang menyakitinya maka ia telah menyakitiku”.
Karena Fathimah adalah bagian
dari Nabi saw. maka saat beliau gembira hati Nabi juga ikut gembira dan di saat
beliau sedih hati Nabi juga ikut sedih. Ucapan Nabi yang demikian ini bukan
hanya karena ucapan kasih sayang atau lebih bersifat emosional tapi sebuah
hakikat. Hakikat yang akan menjelaskan rahasia dari salah satu perilaku Nabi
saw. di mana setiap Nabi mau bepergian beliau selalu mengucapkan selamat
tinggal terlebih dahulu dengan putrinya Fathimah. Fathimah adalah orang yang
terakhir yang ditemui Nabi ketika mau pergi dan ketika datang dari bepergian
yang pertama kali beliau temui adalah putrinya Fathimah.
Fathimah dalam Ucapan Nabi
Muhammad saw
Dia adalah jantungku.
Dia adalah cahaya mataku.
Dia adalah buah hatiku.
Dia adalah bagian dari diriku.
Dia adalah pemimpin seluruh wanita alam. Di hari kiamat juga dia sebagai pemimpin seluruh wanita.
Sesungguhnya Allah akan marah jika dia marah dan Allah akan senang jika dia merasa senang.
Bau surga tercium darinya.
Cahaya Fathimah diciptakan sebelum diciptakannya seluruh cahaya langit dan bumi. Orang yang pertama menyusul nabi Muhammad saw. setelah wafat ayahnya.
Orang yang pertama kali masuk surga.
Dia bisa memberikan syafaat di hari kiamat.
Dia adalah cahaya mataku.
Dia adalah buah hatiku.
Dia adalah bagian dari diriku.
Dia adalah pemimpin seluruh wanita alam. Di hari kiamat juga dia sebagai pemimpin seluruh wanita.
Sesungguhnya Allah akan marah jika dia marah dan Allah akan senang jika dia merasa senang.
Bau surga tercium darinya.
Cahaya Fathimah diciptakan sebelum diciptakannya seluruh cahaya langit dan bumi. Orang yang pertama menyusul nabi Muhammad saw. setelah wafat ayahnya.
Orang yang pertama kali masuk surga.
Dia bisa memberikan syafaat di hari kiamat.
Seandainya dalam Al-Quran tidak
ada ayat yang diturunkan sekaitan dengannya dan tidak ada ayat yang tafsirannya
berkaitan dengannya dalam masalah sebab-sebab turunnya ayat maka hanya dengan
ayat yang berbunyi ‘Dan dia tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu akan tetapi
pembicaraanya adalah hanya wahyu yang di wahyukan kepadanya, tidak ada keraguan
sama sekali tentang keutamaan yang disebutkan Nabi Muhammad saw. sekaitan
dengan putrinya dan ini bukan hanya sekedar karena sebagai putrinya sehingga
beliau menyebutkan keutamaan ini, akan tetapi beliau menyebutkannya karena
untuk umatnya supaya mereka tahu dan satu-satunya teladan dalam Islam adalah
putri rasul; Fathimah, yang berada di bawah naungan dan pendidikan wahyu ilahi.
Ayah, suami dan anak-anaknya adalah utusan Allah swt.
Fathimah sebagai Sosok Teladan
Bagi Wanita Seluruh Alam
Sebelum membahas masalah
meneladani Sayyidah Fathimah a.s. kita lihat bagaimana Allah swt. mendidik
makhluknya yang bernama manusia dengan perantaran para utusan-Nya. Allah dalam
mendidik hambanya dengan menggunakan berbagai macam cara seperti memberikan
kabar gembira berupa nikmat-nikmat yang abadi, menakut-nakuti dengan azab yang
pedih, menceritakan kisah kaum terdahulu, menceritakan kisah para nabi,
menggunakan contoh atau sumpah dan sebaginya.
Salah satu cara yang paling
mujarab yang digunakan berkali-kali dalam Al-Quran adalah menyodorkan teladan
yang layak dan baik dengan cara langsung atau tidak langsung. Begitu juga
menentukan teladan yang baik dan menekankan untuk mengikutinya serta tidak
menganggap baik mengikuti teladan yang buruk dan menghancurkan pemikiran dan
budaya yang tidak baik.
Al-Quran mengenalkan Rasulullah
saw. sebagai teladan yang baik bagi kaum beriman: “Dalam diri Rasulullah saw.
ada teladan untuk kalian orang-orang yang berharap kepada Allah dan hari kiamat
dan yang banyak mengingat Allah”. Artinya, mengikuti Rasul sebagai teladan
adalah sebuah taufik dan sifat yang terpuji yang tidak bisa didapatkan oleh
setiap orang, akan tetapi hanya bisa didapatkan oleh orang yang benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kiamat serta orang-orang yang betul-betul
mencintai Allah dan banyak mengingat-Nya saja. Yang pada akhirnya mengingat dan
perhatian yang terus menerus inilah yang akan menyebabkan seseorang untuk
meneladani Rasulullah secara sempurna. Sebaliknya, jika keimanan seseorang
kepada Allah swt. dan hari kiamat semakin lemah maka semangat dan taufik untuk
meneladani Rasulullah saw. juga akan semakin kecil dan lemah.
Sebuah misal, Al-Quran
menganjurkan kepada Rasulullah saw untuk meneladani para nabi ulul Azmi dalam
menyampaikan risalahnya artinya hendaknya seperti mereka sabar dan istiqomah
dan hindarilah tergesa-gesa “(Dalam bertablig dan menahan godaan umat).
Bersabarlah sebagaimana para nabi ulul azmi bersabar dan jangan tergesa-gesa
(dalam mengazab mereka)”.
Al-Quran dalam mendidik umat
menggunakan contoh dalam bentuk cerita, seperti dalam ayat yang menceritakan
kisah Asiyah; istri Firaun dan Maryam; putri Nabi Imran as mereka adalah
teladan bagi para mukminin alam, baik laki-laki maupun perempuan. “Allah
mencontohkan Asiyah istri Firaun untuk orang-orang yang beriman ketika dia
berkata Ya Allah bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisimu di surga dan
selamatkanlah aku dari keburukan Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku
dari orang-orang yang zalim. Dan Maryam; putrinya Imran yang menjaga
kesuciannya”….
Dalam ayat ini Allah
mengenalkan masalah teladan yang baik. Kalau mau meneladani maka teladanilah
dua wanita ini, dari sisi panjangnya jangkauan dan semangat tingginya Asiyah;
istri Firaun di mana ia saat itu berada dalam istana dengan fasilitas yang
memadai, tetapi ia tidak menghiraukan masalah dunia dan memandangnya sebagai
sesuatu yang hina bahkan meminta kepada Allah untuk dibangunkan sebuah rumah
yang abadi di akhirat dan hendaknya diselamatkan dari tangan Firaun yang zalim
dan kaumnya. Begitu juga teladanilah Maryam, dari sisi kesuciannya dan iman
serta penghambaannya yang murni kepada Allah swt.
Sekaitan dengan contoh teladan
Maryam, dia adalah teladan untuk zamannya. Sementara Sayyidah Fathimah adalah
teladan seluruh wanita sepanjang sejarah. Rasulullah saw. bersabda bahwa Maryam
adalah teladan bagi para wanita di zamannya sementara Fathimah adalah teladan
wanita seluruh alam dari awal sampai akhir. Rasulullah bersabda bahwa malaikat
telah turun kepadaku dan memberikan kabar gembira bahwa Fathimah adalah teladan
seluruh wanita penghuni surga dan teladan seluruh wanita umatku.
Dari sini jelas, bahwa
kedudukan Sayyidah Fathimah lebih tinggi dari kedudukan Maryam dan Asiyah.
Kedudukan Fathimah tidak hanya lebih tinggi dari kedudukan Maryam dan Asiyah.
Bahkan puncak kedudukan keduanya adalah di saat mereka mendapatkan taufiq untuk
membantu ibu Sayyidah Fathimah ketika melahirkan beliau as Kisah lahirnya
Sayyidah Fathimah ini diriwayatkan dari ucapan Imam Shadiq as bahwa ketika
Khadijah binti Khuwailid kawin dengan Muhammad saw tidak ada seorang wanita
Quraisy pun yang mau menjenguk Khadijah, terutama ketika melahirkan putrinya
yang bernama Fathimah a.s. maka dengan izin Allah datanglah empat wanita surga
dan salah satunya mengenalkan diri seraya berkata saya adalah Sarah istri
Ibrahim as dan ini adalah Asiyah putri muzahim (istri Firaun) dan dia adalah
temanmu di surga dan ini adalah Maryam putri Imran as dan ini adalah Shafura
putri Syuaib as kami adalah utusan Allah swt untuk menolongmu di mana setiap
wanita menolong wanita-wanita lain yang membutuhkan.
Maka lahirlah Sayyidah Fathimah
yang suci dan sinarnya menyinari rumah-rumah daerah sekelilingnya. Pada saat
itu sepuluh peri dari surga masuk ke rumah Khadijah yang masing-masing dari
mereka membawa dua bejana air telaga Kautsar. Wanita yang berada di depan
Khadijah adalah Maryam. Ia mengangkat Sayyidah Fathimah dan memandikannya
dengan air telaga Kautsar kemudian membungkusnya dengan kain putih yang putihnya
lebih putih dari susu dan lebih harum dari misyk (minyak wangi).
Dan mengerudunginya dan pada
saat itu berbicara dengan Fathimah. Dan Fathimah berkata:
اَشْهَدُ اَنْ لَا
اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَ اَنَّ اَبِى رَسُوْلُ اللهِ سَيِّدُ الْاَنْبِيَاءِ وَ اَنَّ
بَعْلِى سَيِّدُِ الْاَوْصِيَاءِ وَ وُلْدِى سَادَةُ الْاَسْبَاط
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya ayahku adalah pemimpin para nabi dan suamiku adalah pemimpin para imam maksum dan anakku adalah pemimpin para pemuda”.
Kemudian Sayyidah Fathimah
memanggil nama masing-masing wanita surga itu dan mengucapkan salam kepada
masing-masing mereka. Para peri surga tertawa bahagia. Para penduduk langit
dengan lahirnya Sayyidah Fathimah as saling memberikan kabar gembira. Pada saat
itu langit bersinar dengan sinarnya yang tidak ada bandingannya di mana setelah
itu tidak terlihat lagi sinarnya. Kemudian keempat wanita surga ini menyerahkan
Sayyidah Fathimah ke pangkuan Khadijah seraya berkata ambillah putri ini di
mana dia adalah penyuci (thahir) dan sudah disucikan (muthahhar) dan penuh
barakah (mubarakah) Allah memberkatinya dan memberkati keturunannya.
Setelah mengkaji masalah
meneladani dan caranya dalam Al-Quran sekarang bagaimana kita meneladani
Sayyidah Fathimah as di mana faktor pembentuk kepribadian seorang teladan
merupakan masalah yang betul-betul menjadi bahan kajian. Kalau hanya berbicara
faktor pembentuk seperti genetik, lingkungan, lingkungan geografi dan
lingkungan masyarakat maka meneladani tidak memiliki makna karena faktor
tersebut adalah keterpaksaan. Oleh karena itu, selain kita mengakui faktor
tersebut maka kita juga harus mengakui faktor yang terpenting lainnya yaitu
kebebasan dan kemauan seorang sosok teladan. Lantas bagaimana dengan faktor
pembentuk kepribadian Sayyidah Fathimah as dan bagaimana caranya kita
meneladani beliau.
Kalau kita lihat dari sisi
genetik, lingkungan, baik lingkungan sebelum lahir maupun lingkungan setelah
lahir, lingkungan sosial, lingkungan geografi Sayyidah Fathimah tidak diragukan
bahwa beliau adalah sosok teladan yang patut untuk diteladani dan diikuti
karena ayah beliau adalah Muhammad saw makhluk yang paling mulia dan ibunya
Khadijah binti khuwailid wanita yang paling suci dan mulia di zamannya
sementara kakek neneknya adalah orang-orang yang saleh dan paling suci di bumi
pada masa itu. Nutfah Sayyidah Fathimah telah dibuahi di saat ayahnya telah
mencapai kesucian ruh karena ibadahnya kepada Allah swt. selama empat puluh
hari dan bahan nutfahnya adalah makanan surgawi yang paling suci dan bagus.
Oleh karena itu beliau dinamakan Haura’ Al-Insiyah, peri yang berupa manusia
dan Rasulullah selalu merindukan bau surga dalam wujud beliau.
Fathimah dipelihara dalam
keluarga yang penuh kasih sayang, ceria dan suci di mana setelah wafat ibunya beliau
dididik oleh pendidik yang paling bagus akhlaknya yaitu ayahnya sendiri dan
berada di sisi suami yang selalu berada di bawah naungan Rasulullah saw. dan
faktor lain yaitu faktor secara gaib yaitu selalu mendapatkan ilham dari Allah
swt. melalui malaikat yang turun kepadanya.
Dari sisi faktor-faktor ini
kita bisa meneladaninya dalam kehidupan ini seperti ketika ada niat untuk kawin
maka harus teliti dalam memilih pasangan hidup, pentingnya kedua orang tua
untuk membangun dan membersihkan diri dan kejiwaan sebelum terjadinya pembuahan
dan setelah itu keharusan kedua orang tua dalam mengonsumsi makanan halal dalam
masa kehamilan sampai menyusui.
Kita sebagai manusia biasa
dalam meneladani orang suci seperti Sayyidah Fathimah sekalipun tidak akan
sampai walau hanya pada tanah bekas kakinya akan tetapi pandangan seperti ini
jangan sampai menjadikan kita putus asa dan menjadi penghalang dalam
meneladaninya. Kedudukan beliau yang sangat tinggi hendaknya menjadikan spirit
bagi kita yang mau meneladaninya karena faktor yang paling pokok dalam
pembentukan kepribadian beliau adalah ikhtiar dan pilihan bebas beliau.
Betul, Sayyidah Fathimah adalah
manusia maksum dan suci dari dosa, tetapi beliau adalah manusia juga, sehingga
dalam meneladani kita lihat sisi kesamaannya dengan kita sebagai manusia, di
mana kita bisa meneladani beliau dari sisi dia juga memiliki kecondongan dan
syahwat, hawa nafsu, fitrah, akal , penghambaan dan ibadah dan hubungan sosial
sehingga bagaimana beliau menggunakan semua ini kita bisa mencontohnya dan
meneladaninya.
Meneladani seorang teladan
seperti Sayyidah Fathimah Az-Zahra as yang maksum bisa dengan dua model:
1. Meneladani secara langsung artinya apa yang beliau lakukan kita juga melakukannya sebagaimana setiap habis mengerjakan salat wajib beliau membaca zikir khusus yaitu Allah akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Subhanallah 33 kali. Zikir ini adalah hadiah yang beliau dapatkan dari ayahnya.
2. Meneladani secara tidak langsung artinya hakikat perkataan dan perilaku para sosok teladan ini harus kita pahami. Dengan menganalisa dan menyimpulkan karakter keilmuan dan perilaku para maksum maka kita akan memahami apa tugas kita dalam kehidupan pribadi, sosial, budaya, politik dan ekonomi.
1. Meneladani secara langsung artinya apa yang beliau lakukan kita juga melakukannya sebagaimana setiap habis mengerjakan salat wajib beliau membaca zikir khusus yaitu Allah akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Subhanallah 33 kali. Zikir ini adalah hadiah yang beliau dapatkan dari ayahnya.
2. Meneladani secara tidak langsung artinya hakikat perkataan dan perilaku para sosok teladan ini harus kita pahami. Dengan menganalisa dan menyimpulkan karakter keilmuan dan perilaku para maksum maka kita akan memahami apa tugas kita dalam kehidupan pribadi, sosial, budaya, politik dan ekonomi.
Meneladani para maksum dengan
cara tidak langsung artinya walaupun mereka hidup di zaman yang cukup jauh
perbedaannya dengan zaman kita, kita tetap bisa meneladaninya karena dalam hal
ini kita tidak harus mengikuti gaya hidup mereka di zaman itu dan memang tidak
mungkin bisa kita praktekkan di zaman kita ini. Berarti kita harus memahami
maksud dan kandungan dari perilaku mereka dan kita praktekkan dengan gaya baru
yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan tempat kita.
Sebagai contoh dari riwayat
yang sampai ke tangan kita bahwa Sayyidah Fathimah hidup bersama Imam Ali as
dalam rumah kecil yang terbuat dari tanah, mereka memakai alas dari kulit
kambing dan kalau siang alas kulit itu digunakan untuk tempat rumput makanan
untanya. Sayyidah Fathimah menggunakan jilbab dari tenunan kulit pohon kurma.
Bentuk kehidupan seperti ini sama sekali tidak bisa diteladani pada zaman
sekarang, akan tetapi kandungan dari kehidupan seperti ini bisa kita teladani
artinya secara tidak langsung kita meneladani kehidupan mereka dari sisi
kesederhanaannya dan tidak tertipu dengan tipuan gemerlapan dunia dan menjauhi
kemewahan.
Kalau Sayyidah Fathimah
menggiling gandum untuk menyiapkan roti keluarganya sehingga tangan beliau luka
artinya bahwa betapa tingginya nilai sebagai ibu rumah tangga, usaha untuk
menghasilkan produksi sendiri dan merasa cukup dengan apa yang ada, membantu
suami dalam masalah rumah tangga.
Sayyidah Fathimah as Sebagai
Istri
Mendekatkan diri kepada Allah
swt hanya bisa dicapai dengan menjalankan tugas. Setiap orang ingin mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat akan tetapi ia harus berpikir apa sebenarnya yang
diinginkan oleh Allah swt atas dirinya.
Tugas-tugas ilahi bisa dibagi
menjadi tiga kelompok:
1. Tugas yang sama antara wanita dan pria artinya masing-masing wanita dan pria memiliki tugas secara terpisah yang harus dilakukannya sehingga bisa mencapai kesempurnaan seperti salat, puasa, zakat, membayar khumus, haji, infak dan sedekah dan lain-lainnya.
2. Tugas yang khusus untuk wanita yakni tugas-tugas yang dibebankan kepada wanita karena potensi dan kemampuannya yang dimilikinya. Susunan badan dan jiwanya yang lembut menjadikan pekerjaan yang memerlukan kelembutan dan ketelitian dan kerelaan dibebankan kepada wanita seperti menjadi istri, hamil, menyusui dan mengasuh serta mendidik anak.
3. Tugas khusus untuk laki-laki yang sesuai dengan susunan bentuk tubuh dan kekuatannya, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan adanya kekuatan, kepastian dan sebaginya dibebankan pada laki-laki seperti aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, aktivitas sosial dan politik, jihad dan perang dan sebaginya.
1. Tugas yang sama antara wanita dan pria artinya masing-masing wanita dan pria memiliki tugas secara terpisah yang harus dilakukannya sehingga bisa mencapai kesempurnaan seperti salat, puasa, zakat, membayar khumus, haji, infak dan sedekah dan lain-lainnya.
2. Tugas yang khusus untuk wanita yakni tugas-tugas yang dibebankan kepada wanita karena potensi dan kemampuannya yang dimilikinya. Susunan badan dan jiwanya yang lembut menjadikan pekerjaan yang memerlukan kelembutan dan ketelitian dan kerelaan dibebankan kepada wanita seperti menjadi istri, hamil, menyusui dan mengasuh serta mendidik anak.
3. Tugas khusus untuk laki-laki yang sesuai dengan susunan bentuk tubuh dan kekuatannya, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan adanya kekuatan, kepastian dan sebaginya dibebankan pada laki-laki seperti aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, aktivitas sosial dan politik, jihad dan perang dan sebaginya.
Dengan mengenal tugas
masing-masing maka seseorang akan dengan mudah dan tanpa ragu-ragu ia akan
menjalankan tugasnya sesuai dengan kemampuannya.
Pada zaman Rasulullah ada yang
bertanya kenapa kita sebagai perempuan tidak mendapatkan andil untuk berjihad?
Rasulullah menjawab jihadul mar’ati husnuttaba’ul (jihadnya perempuan adalah
menjadi istri yang baik).
Kalau kaum laki-laki ada tugas
jihad dan pahalanya sangat besar sekali, dari sisi lain kaum perempuan juga
tidak ketinggalan dalam mendapatkan pahala yang sangat besar juga yaitu menjadi
istri yang baik. Berdasarkan kemauan Allah swt, secara fitrah kehidupan
laki-laki dan perempuan saling bergantung satu sama lainnya. Keluarga adalah
satu kesatuan yang bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan adanya saling
ketergantungan ini dengan bentuk yang paling baik sehingga baik laki-laki
maupun perempuan bisa mencapai kesempurnaan yang diinginkan ilahi. Kesuksesan
masing-masing mereka tergantung pada keharmonisan keluarga dan hubungan mereka
sendiri, seorang istri bisa menjalankan tugasnya dengan baik di saat dia
mendapatkan dukungan jiwa, perasaan dan ekonomi dari suaminya.
Begitu juga sebaliknya suami
dengan jiwanya yang tenang karena dukungan kerelaan istrinya ia bisa menjalankan
tugasnya dengan baik. Akan tetapi jika suasana rumah tangga dikuasai oleh rasa
egois, kekerasan dan tidak adanya kehormatan satu sama lainnya maka kejiwaan
istri dan suami akan terganggu sehingga mereka tidak akan bisa mencapai
kesuksesan baik dari sisi materi maupun maknawi, tidak hanya istri tidak bisa
menjalankan tugas rumah tangganya dan mendidik anaknya dengan baik akan tetapi
suami pun tidak akan sukses dalam menjalankan tugas sosialnya, oleh karena itu
keselamatan dan ketenangan sebuah masyarakat akan dimulai dari setiap kesatuan
rumah tangga.
Secara global kejujuran dan
kasih sayang serta keakraban hubungan suami istrilah yang menjadi punggung
kesuksesan laki-laki maupun perempuan dan dalam menerapkan keharmonisan rumah
tangga peran istri yang lebih berpengaruh dan kelihatan.
Kunci ketenangan dan keakraban
dalam rumah tangga ada di tangan wanita, oleh karena itu, ketenangan jiwa dan
perasaan laki dalam aktivitas sosialnya tergantung pada perilaku dan watak
perempuan dalam rumah tangga. Kaidah ini berlaku pada semua bidang kehidupan
laki-laki baik dari sisi kehidupan pribadi maupun masyarakat.
Laki-laki yang sukses baik dari
segi materi maupun maknawi adalah karena dukungan istrinya sehingga jika ia
sukses dan mendapatkan pahala istrinya juga sama seperti dia mendapatkan
pahalanya juga.
Menjadi istri adalah sebuah
seni seperti seni lainnya yang memerlukan adanya ketelitian, keuletan dan
pemikiran. Wanita yang ingin sukses dalam menjalani seni ini ia memerlukan
adanya teladan yang universal sehingga dengan meneladani teladan yang sempurna
ia bisa menjalankan tugasnya dengan gaya yang paling baik. Dan yang menjadi
teladan dalam seni ini tidak ada teladan yang lebih sempurna dan universal
kecuali wujudnya Sayyidah Fathimah as.
Sayyidah Fathimah sejak beliau
menginjakkan kakinya di rmuah suaminya; Imam Ali as, beliau selalu menerima dan
beradaptasi dengan apa yang ada baik dari sisi materi maupun maknawi. Sayyidah
Fathimah begitu lembut dan ceria serta menjadi pendamping setia suaminya
sehingga bisa menghilangkan rasa lelah jiwa dan badan suaminya. Imam Ali as
dalam hal ini mengatakan bahwa setiap saat aku melihat wajahnya maka hilanglah
semua kesedihanku.
Sayyidah Fathimah selalu
berusaha untuk mendapatkan ridha kesenangan suaminya, sehingga Imam Ali a.s.
sekaitan dengan beliau berkata: “Demi Tuhannya Zahra’, sampai ia meninggal
dunia tidak pernah menyakiti aku dan tidak melakukan sesuatu yang membuatku
tidak suka”. Kalau mau kita paparkan bentuk kehidupan Sayyidah Fathimah, maka
memerlukan pembahasan yang lebar akan tetapi bisa kita sebutkan antara lain
bahwa beliau sangat beradab dan selalu membarengi suaminya dalam keadaan senang
maupun susah, adanya perhatian penuh kepada kejiwaan suaminya dan tanggung
jawab yang dipikul suaminya, berperilaku baik dan berbicara sopan serta pemaaf
dihadapkan suaminya, memberikan ketenangan jiwa suami dalam menjalankan tugas
dan mendidik anak-anaknya, sabar dan menerima adanya kekurangan materi,
membantu kehidupan rumah tangga untuk cukup dan tidak adanya ketergantungan ekonomi
keluarga pada orang lain serta mendidik anak-anaknya dengan baik.
Dengan membaca dan mempelajari
kehidupan putri Rasulullah saw. di mana beliau adalah makhluk yang paling
sempurna dan suci dari dosa dan dengan menelaah sabda-sabda beliau, maka kita sebagai
penganutnya akan bisa menjadikan keluarga dan karakter kepribadian mereka
sebagai sebuah teladan dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai muslim
yang cerdas tentu akan menjadikan putri Rasululullah saw sebagai teladan untuk
bisa mencapai kesempurnaan. Karena sudah menjadi tabiat manusia bahwa dalam
hidup manusia selalu ada yang ingin diikuti dan ditiru.
Dan satu-satunya teladan yang
dikenalkan oleh Rasulullah Adalah Sayyidah Fathimah Az-Zahra as
Kesimpulannya bahwa kita dalam
meneladani perkataan dan perilaku para sosok teladan adalah bukan dari bentuk
perkataannya atau model perilakunya itu sendiri, akan tetapi maksud dan
kandungannya yang harus kita pahami dan kita teladani dan harus kita sesuaikan
dengan zaman kita sekarang ini, oleh karena itu, sebagai seorang mukmin kita
harus selalu mencari sejarah dan mempelajarinya sehingga dari sejarah itu
dengan menganalisa dan memahami kandungannya, kita teladani dan kita praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan dan zaman yang kita alami.
Kita sebagai umat Muhammad sudah disiapkan oleh Allah para sosok teladan yang
harus kita teladani sehingga tidak perlu harus meneladani orang-orang yang
tidak layak untuk diteladani.
_____________________________________
_____________________________________
Referensi:
. Syeikh Thusy, Biharul Anwar,
jilid 43, hal 18. Nasai dan Hafidh Abu Al-Qasim Dimasyqi dan lain-lainnya telah
menukil hadis ini. As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 160.
. As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 114. Faidh Al-Qadir, jilid 4 hal 421.
. Mustadrak sahihain, jilid 3, hal 156. Isti’ab, jilid 2 hal 750.
. Nur Al-Abshar, Syablanji, hal 52.
. Ahl Al-Bait, Taufiq Abu Ilm, hal 124.
. Idem.
. As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 114.
. ‘Awalim, julid 11, hal 49.
. Al-Masyru’ Ar-Ariwa, hal 86.
. Ahqaq Al-Haq, jilid 1 hal 185 dan 186.
. Biharul Anwar, jilid 43, hal 4.
. Ahl Al-Bait,hal 124.
. Musnad Fathimah, Suyuthi, hal 45 dan 46.
. Biharul Anwar, jilid 43, hal 24.
. Al-Quran, surat Najm, ayat 3 dan 4. “ Wama Yantiqu Anil Hawa In Huwa Illa WahyunYuha”.
. Al-Quran, Al-Ahzab: 21.
. Tafsir Al-Mizan, jilid 16, hal 305, dinukil dari kitab Jami az zelale kautsar, hal 75.
. Akhlak dar Quran , Ayatullah Misbah Yazdi, jilid 1 hal 156.
. Al-Quran, Al-Ahqaf: 35.
. Al-Quran, AT-Tahrim: 11 dan 12.
. Biharul Anwar, jilid 43, hal 22, hadis ke 20.
. Idem, jilid 21, hal 279.
. Amaliye syeikh shaduq, hal 457. Ghayah Al-Haram, hal 177. Dalail Al-Imamah, hal 8, Biharul Anwar, jilid 43, hal 2.
. Biharul Anwar, jilid 16, hal 78. ‘Awalim, jilid 16, hal 15.
. Imam Ali as berkata: “Ketika pekerjaan dalam rumah banyak sekali badan Sayyidah Fathimah menjadi lelah dan saya berkata kepadanya seandainya kamu pergi ke ayahmu meminta seorang pembantu supaya dapat membantumu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan badanmu tidak lelah seperti ini. Sayyidah Fathimah pergi ke ayahnya dan merasa malu untuk mengutarakan maksudnya dan kembali ke rumahnya sendiri. Esok harinya Rasulullah saw. datang ke rumah kami dan berkata; wahai Fathimah kebutuhanmu sama ayah kemarin apa? Saya berkata kepada Rasulullah saw. keberatan pekerjaan rumah mempengaruhi badan Sayyidah Fathimah dan melelahkannya. Saya minta kepadanya untuk datang kepada anda, Rasulullah saw bersabda apakah saya belum mengajarkan kepada kalian yang lebih baik dari pembantu? Kemudian Rasulullah mengajarkan tasbih-tasbih ini, pada saat itu Fathimah berkata tiga kali: “Aku ridha sama Allah swt dan Rasul-Nya”. Biharul Anwar, jilid 43, hal 82, hadis ke 5, di nukil dari Jami az zelale kautsar, hal 92.
.ucapan Imam Khomeini di hadapan pegawai isolasi dan panti asuhan, 23/4/58, Sahifehe Nur, jilid 8 hal 18. dinukil dari Jami az zelale kautsar, hal 216.
. Tuhaf Al-uqul, hal 60. Makrim Al-Akhlak, hal 215.
. Kasyf Al-Ghummah, jilid 1, hal 492.
. Idem.
. As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 114. Faidh Al-Qadir, jilid 4 hal 421.
. Mustadrak sahihain, jilid 3, hal 156. Isti’ab, jilid 2 hal 750.
. Nur Al-Abshar, Syablanji, hal 52.
. Ahl Al-Bait, Taufiq Abu Ilm, hal 124.
. Idem.
. As-Sawaiq Al-Muharraqah, hal 114.
. ‘Awalim, julid 11, hal 49.
. Al-Masyru’ Ar-Ariwa, hal 86.
. Ahqaq Al-Haq, jilid 1 hal 185 dan 186.
. Biharul Anwar, jilid 43, hal 4.
. Ahl Al-Bait,hal 124.
. Musnad Fathimah, Suyuthi, hal 45 dan 46.
. Biharul Anwar, jilid 43, hal 24.
. Al-Quran, surat Najm, ayat 3 dan 4. “ Wama Yantiqu Anil Hawa In Huwa Illa WahyunYuha”.
. Al-Quran, Al-Ahzab: 21.
. Tafsir Al-Mizan, jilid 16, hal 305, dinukil dari kitab Jami az zelale kautsar, hal 75.
. Akhlak dar Quran , Ayatullah Misbah Yazdi, jilid 1 hal 156.
. Al-Quran, Al-Ahqaf: 35.
. Al-Quran, AT-Tahrim: 11 dan 12.
. Biharul Anwar, jilid 43, hal 22, hadis ke 20.
. Idem, jilid 21, hal 279.
. Amaliye syeikh shaduq, hal 457. Ghayah Al-Haram, hal 177. Dalail Al-Imamah, hal 8, Biharul Anwar, jilid 43, hal 2.
. Biharul Anwar, jilid 16, hal 78. ‘Awalim, jilid 16, hal 15.
. Imam Ali as berkata: “Ketika pekerjaan dalam rumah banyak sekali badan Sayyidah Fathimah menjadi lelah dan saya berkata kepadanya seandainya kamu pergi ke ayahmu meminta seorang pembantu supaya dapat membantumu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan badanmu tidak lelah seperti ini. Sayyidah Fathimah pergi ke ayahnya dan merasa malu untuk mengutarakan maksudnya dan kembali ke rumahnya sendiri. Esok harinya Rasulullah saw. datang ke rumah kami dan berkata; wahai Fathimah kebutuhanmu sama ayah kemarin apa? Saya berkata kepada Rasulullah saw. keberatan pekerjaan rumah mempengaruhi badan Sayyidah Fathimah dan melelahkannya. Saya minta kepadanya untuk datang kepada anda, Rasulullah saw bersabda apakah saya belum mengajarkan kepada kalian yang lebih baik dari pembantu? Kemudian Rasulullah mengajarkan tasbih-tasbih ini, pada saat itu Fathimah berkata tiga kali: “Aku ridha sama Allah swt dan Rasul-Nya”. Biharul Anwar, jilid 43, hal 82, hadis ke 5, di nukil dari Jami az zelale kautsar, hal 92.
.ucapan Imam Khomeini di hadapan pegawai isolasi dan panti asuhan, 23/4/58, Sahifehe Nur, jilid 8 hal 18. dinukil dari Jami az zelale kautsar, hal 216.
. Tuhaf Al-uqul, hal 60. Makrim Al-Akhlak, hal 215.
. Kasyf Al-Ghummah, jilid 1, hal 492.
. Idem.
oleh: Em
Tiada ulasan:
Catat Ulasan