Rabu, 27 Januari 2016

Wahai Manusia! Penyeru Allah Menyeru Kalian Mendukung Agama Allah..

Wahai Manusia! Penyeru Allah Menyeru Kalian Mendukung Agama Allah..

Sebelum Iraq (pusat pemerintahan Daulah Keadilan Ilahi) diratah oleh bangsa-bangsa lain seumpama manusia pelahap yang meratah makanan di pinggan, di hujung pemerintahan penindas Saddam dan rejim partinya yang korup, serta setelah bumi dipenuhi dengan kezaliman dan ketidakadilan, maka Allah SWT telah memperkenankan seruan dakwah Ilahiah ini bergerak ke seluruh dunia. Imam Mahdi as telah mengutuskan anak dan wasinya, Ahmad, menyeru umat kepada kebenaran dan petunjuk Muhammad serta keluarganya yang suci as. Seruan yang pada mulanya telah berjalan dalam kerahsiaan sejak tahun 1999, selama lebih kurang tiga tahun lamanya. Dakwah ini kemudiannya mengorak langkah terang-terangan, terutama selepas serangan tentera Dajjal Akbar (Amerika) di Iraq, yang masuk melalui bukit Sanam yang terletak di Shafwan (salah satu wilayah kota Basrah), adalah tidak ubah sepertimana yang dikhabarkan oleh Nabi (S) dalam sabdanya:

“Titik pertama yang dimasuki oleh Dajjal adalah Sanam, bukit di pinggir Basrah adalah yang pertama dimasuki dajjal melaluinya.” [47]

Syed Ahmad Al Hasan (nama Al Hasan dinisbahkan kepada datuknya, Imam Al Hasan Al Askari as, ia adalah gelaran khusus yang disebutkan dalam riwayat-riwayat) secara langsung telah menyeru umat manusia kepada kebenaran yang dibawanya sebagai persediaan untuk mendirikan daulah keadilan Ilahi, terutama para pembesar dan orang-orang yang memiliki tampuk kekuasaan di tangan mereka. Semua orang berpeluang untuk mengetahui tentang permulaan dakwahnya secara terperinci melalui ceramahnya yang menjelaskan bagaimana ia diutus oleh Imam Mahdi as, yang disebarkan di laman web rasmi seruan Al Yamani yang penuh barakah.

Berkenaan objektif seruannya, beliau menyebutkannya seperti berikut:

“Nabi Isa as berkata: “Anak Adam tidak hidup melalui makanan sahaja, tetapi dengan Kalimah Allah. Aku, hamba Allah berkata kepada kalian: anak Adam mati dengan makanan dan dengan Kalimah Allah anak Adam hidup. Seruanku adalah seperti seruan Nuh as, seperti seruan Ibrahim as, seperti seruan Musa as, seperti seruan Isa as dan seperti seruan Muhammad (S), iaitu untuk menyebarkan tauhid di segenap penjuru bumi ini. Tujuan para nabi dan wasi adalah merupakan tujuanku. Aku datang menjelaskan Taurat, Injil dan Al Quran serta apa yang kalian perselisihkan di dalamnya; aku menjelaskan penyimpangan ulama Yahudi, Nasrani dan muslimin, keluarnya mereka dari syariat Allah serta penentangan mereka terhadap wasiat-wasiat para nabi. Kehendakku adalah kehendak Allah SWT dan keinginanNya; agar penghuni bumi tidak menginginkan selain daripada apa diinginkan oleh Allah SWT; agar memenuhkan bumi dengan keadilan setelah ia dipenuhi kezaliman; agar yang lapar menjadi kenyang dan tiada lagi fakir yang bergelandangan; agar anak-anak yatim bergembira setelah mereka berada dalam kesedihan yang panjang; agar dilengkapkan keperluan material para janda dengan kemulian dan kehormatan; dan agar terlaksana perkara terpenting di dalam syariat iaitu keadilan, kerahmatan dan kebenaran.” [48]

Namun, pemuka-pemuka agama beserta para pengikut mereka menentang seruannya, kerana selalunya inilah sirah mereka bilamana diutuskan setiap khalifah Allah. Sebahagian umat telah beriman kepada beliau dan jumlah mereka makin bertambah. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan huseiniah didirikan dengan sederhana di sejumlah kota di Iraq seperti Najaf, Karbala, Basrah, Nasiriah, Imarah, Bagdad dan kota-kota lainnya. Namun, pemuka-pemuka agama langsung tidak mengendahkan seruan beliau dengan dalil kebenarannya. Di samping menolak daripada memperhatikan hujah dan ajakannya berdialog (pada waktu yang ditentukan secara resmi) antara beliau dan para pemuka agama (Islam, Nasrani dan Yahudi) dengan masing-masing berpegang pada kitab yang diyakininya. Atau bermubahalah[49] di antaranya dan pihak mereka supaya jelas kebenaran kepada semua dengan binasanya orang yang berdusta. Sebaliknya, mereka mengeluarkan fatwa mendustakan beliau dan menumpahkan darahnya beserta para pendukungnya, sambil menghancurkan masjid-masjid dan bangunan-bangunan huseiniyah yang dibina dari tanah.

Maka dengan ini, si pendamping Al-Quran yang tugasnya menjawab tentang perkara agung (‘Aadzaim) sebagaimana yang diajarkan oleh Ahlulbait as, menjadi terusir tanpa dipedulikan dan tidak seorang pun menggandingkan dia bersama Al Quran. Tidak ubah sepertimana yang dikhabarkan oleh Amirul Mu`minin as tentang zaman kita, dengan berkata:

“Kitab (Al Quran) dan para ahlinya di zaman itu menjadi terusir, dinafikan dan keduanya adalah dua sahabat karib yang sejalan, yang tidak diberikan sebarang tempat. Alangkah indah dua sekawan itu serta apa yang dilakukan oleh keduanya. Di zaman itu, keduanya berada di tengah umat tetapi tidak bersama mereka, dan berada bersama mereka tetapi tidak bersama mereka. Demikian itu disebabkan kesesatan tidak akan bersama dengan hidayah meskipun keduanya berkumpul. Manusia akan bersatu atas kepuakan dan mereka terpisah dari Jamaah. Orang-orang yang berbuat makar, kemungkaran, penyuapan dan pembunuhan telah mendominasi urusan dan agama mereka, seolah-olah mereka ini adalah pemimpin kepada Kitab (Al Quran) dan bukan kitab (Al Quran) sebagai pemimpin mereka. Tidak tersisa kebenaran di sisi mereka melainkan namanya. Mereka tidak lagi mengenal Kitab (Al Quran) melainkan bentuk dan tulisannya.” [50]

Maka, tinggallah pemegang dan pendiri urusan ini berhadapan dengan apa yang dijanjikan oleh bapa-bapanya yang suci as. Diriwayat daripada Fudhail bin Yasar: “Aku mendengar Abu Abdillah a.s berkata,


“Bila Qaim kami bangkit, dia akan berhadapan dengan kejahilan manusia melebihi kejahilan orang-orang jahiliah yang pernah dihadapi Rasulullah (S).” Aku bertanya: “Bagaimana yang demikian itu?” Beliau as menjawab: Sesungguhnya Rasulullah (S) mendatangi manusia dalam keadaan mereka menyembah tanah liat yang keras, batu-batuan, batang kayu dan ukiran kayu. Namun Qaim kami apabila dia bangkit, manusia mendatanginya dan semua mereka menakwilkan kitab Allah dan berhujah dengannya terhadapnya.” [51]

Perbicaraan tentang perkara ini sangat panjang mengenangkan kepahitan selama hampir tiga belas tahun yang dijalani Ahmad Al Yamani dan para pendukungnya yang minoriti. Shafwan bin Yahya meriwayatkan: “Abul Hasan Imam Ridha as berkata,

“Sungguh kalian tidak akan melihat apa yang kalian hajatkan sebelum kalian diuji dan disaring, hingga tiada yang tersisa dari kalian kecuali sangat sedikit dari yang sedikit.” [52]
           




✡✡✡✡✡

-----------------------------
[47] Mu’jam Ahadits Al-Imam Al-Mahdi, juz 2, ms 63
[48] kitab Al-Jawab Al-Munir, juz 1, soalan no 2
[49] Apabila dua pihak yang beragumentasi gagal menyelesaikan satu-satu isu berkaitan agama, maka kedua-dua pihak berdoa kepada Allah untuk menimpakan laknat kepada pihak yang batil.
[50] Al-Kafi, juz 8, ms 388
[51] Al-Ghaibah an-Nu’mani, ms 307
[52] Al-Ghaibah an-Nu’mani, ms 216


Sebelum << ✡✡✡✡✡ >> Selepas

Tiada ulasan: