Wahai Manusia! Penyeru Allah Menyeru Kalian Mendukung
Agama Allah..
Sebelum Iraq (pusat pemerintahan Daulah Keadilan Ilahi) diratah oleh
bangsa-bangsa lain seumpama manusia pelahap yang meratah makanan di pinggan, di
hujung pemerintahan penindas Saddam dan rejim partinya yang korup, serta
setelah bumi dipenuhi dengan kezaliman dan ketidakadilan, maka Allah SWT telah
memperkenankan seruan dakwah Ilahiah ini bergerak ke seluruh dunia. Imam Mahdi
as telah mengutuskan anak dan wasinya, Ahmad, menyeru umat kepada kebenaran dan
petunjuk Muhammad serta keluarganya yang suci as. Seruan yang pada mulanya
telah berjalan dalam kerahsiaan sejak tahun 1999, selama lebih kurang tiga
tahun lamanya. Dakwah ini kemudiannya mengorak langkah terang-terangan,
terutama selepas serangan tentera Dajjal Akbar (Amerika) di Iraq, yang masuk
melalui bukit Sanam yang terletak di Shafwan (salah satu wilayah kota Basrah),
adalah tidak ubah sepertimana yang dikhabarkan oleh Nabi (S) dalam sabdanya:
“Titik pertama yang dimasuki oleh Dajjal adalah Sanam,
bukit di pinggir Basrah adalah yang pertama dimasuki dajjal melaluinya.” [47]
Syed Ahmad Al Hasan (nama Al Hasan dinisbahkan kepada datuknya, Imam Al
Hasan Al Askari as, ia adalah gelaran khusus yang disebutkan dalam
riwayat-riwayat) secara langsung telah menyeru umat manusia kepada kebenaran
yang dibawanya sebagai persediaan untuk mendirikan daulah keadilan Ilahi,
terutama para pembesar dan orang-orang yang memiliki tampuk kekuasaan di tangan
mereka. Semua orang berpeluang untuk mengetahui tentang permulaan dakwahnya
secara terperinci melalui ceramahnya yang menjelaskan bagaimana ia diutus oleh
Imam Mahdi as, yang disebarkan di laman web rasmi seruan Al Yamani yang penuh
barakah.
Berkenaan
objektif seruannya, beliau menyebutkannya seperti berikut:
“Nabi Isa as berkata: “Anak Adam tidak hidup melalui
makanan sahaja, tetapi dengan Kalimah Allah. Aku, hamba Allah berkata kepada
kalian: anak Adam mati dengan makanan dan dengan Kalimah Allah anak Adam hidup.
Seruanku adalah seperti seruan Nuh as, seperti seruan Ibrahim as, seperti
seruan Musa as, seperti seruan Isa as dan seperti seruan Muhammad (S), iaitu
untuk menyebarkan tauhid di segenap penjuru bumi ini. Tujuan para nabi dan wasi
adalah merupakan tujuanku. Aku datang menjelaskan Taurat, Injil dan Al Quran
serta apa yang kalian perselisihkan di dalamnya; aku menjelaskan penyimpangan
ulama Yahudi, Nasrani dan muslimin, keluarnya mereka dari syariat Allah serta
penentangan mereka terhadap wasiat-wasiat para nabi. Kehendakku adalah kehendak
Allah SWT dan keinginanNya; agar penghuni bumi tidak menginginkan selain
daripada apa diinginkan oleh Allah SWT; agar memenuhkan bumi dengan keadilan setelah
ia dipenuhi kezaliman; agar yang lapar menjadi kenyang dan tiada lagi fakir
yang bergelandangan; agar anak-anak yatim bergembira setelah mereka berada
dalam kesedihan yang panjang; agar dilengkapkan keperluan material para janda
dengan kemulian dan kehormatan; dan agar terlaksana perkara terpenting di dalam
syariat iaitu keadilan, kerahmatan dan kebenaran.” [48]
Namun, pemuka-pemuka agama beserta para pengikut mereka menentang
seruannya, kerana selalunya inilah sirah mereka bilamana diutuskan setiap
khalifah Allah. Sebahagian umat telah beriman kepada beliau dan jumlah mereka
makin bertambah. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan huseiniah didirikan dengan
sederhana di sejumlah kota di Iraq seperti Najaf, Karbala, Basrah, Nasiriah,
Imarah, Bagdad dan kota-kota lainnya. Namun, pemuka-pemuka agama langsung tidak
mengendahkan seruan beliau dengan dalil kebenarannya. Di samping menolak
daripada memperhatikan hujah dan ajakannya berdialog (pada waktu yang
ditentukan secara resmi) antara beliau dan para pemuka agama (Islam, Nasrani
dan Yahudi) dengan masing-masing berpegang pada kitab yang diyakininya. Atau
bermubahalah[49] di antaranya dan pihak mereka supaya jelas
kebenaran kepada semua dengan binasanya orang yang berdusta. Sebaliknya, mereka
mengeluarkan fatwa mendustakan beliau dan menumpahkan darahnya beserta para
pendukungnya, sambil menghancurkan masjid-masjid dan bangunan-bangunan huseiniyah
yang dibina dari tanah.
Maka dengan ini, si pendamping Al-Quran yang tugasnya menjawab tentang
perkara agung (‘Aadzaim) sebagaimana yang diajarkan oleh Ahlulbait as, menjadi
terusir tanpa dipedulikan dan tidak seorang pun menggandingkan dia bersama Al
Quran. Tidak ubah sepertimana yang dikhabarkan oleh Amirul Mu`minin as tentang
zaman kita, dengan berkata:
“Kitab (Al Quran) dan para ahlinya di zaman itu menjadi
terusir, dinafikan dan keduanya adalah dua sahabat karib yang sejalan, yang
tidak diberikan sebarang tempat. Alangkah indah dua sekawan itu serta apa yang
dilakukan oleh keduanya. Di zaman itu, keduanya berada di tengah umat tetapi
tidak bersama mereka, dan berada bersama mereka tetapi tidak bersama mereka.
Demikian itu disebabkan kesesatan tidak akan bersama dengan hidayah meskipun
keduanya berkumpul. Manusia akan bersatu atas kepuakan dan mereka terpisah dari
Jamaah. Orang-orang yang berbuat makar, kemungkaran, penyuapan dan pembunuhan
telah mendominasi urusan dan agama mereka, seolah-olah mereka ini adalah
pemimpin kepada Kitab (Al Quran) dan bukan kitab (Al Quran) sebagai pemimpin
mereka. Tidak tersisa kebenaran di sisi mereka melainkan namanya. Mereka tidak
lagi mengenal Kitab (Al Quran) melainkan bentuk dan tulisannya.” [50]
Maka, tinggallah pemegang dan pendiri urusan ini berhadapan dengan apa
yang dijanjikan oleh bapa-bapanya yang suci as. Diriwayat daripada Fudhail bin
Yasar: “Aku mendengar Abu Abdillah a.s berkata,
“Bila Qaim kami bangkit, dia akan berhadapan dengan
kejahilan manusia melebihi kejahilan orang-orang jahiliah yang pernah dihadapi
Rasulullah (S).” Aku bertanya: “Bagaimana yang demikian itu?” Beliau as
menjawab: Sesungguhnya Rasulullah (S) mendatangi manusia dalam keadaan mereka
menyembah tanah liat yang keras, batu-batuan, batang kayu dan ukiran kayu.
Namun Qaim kami apabila dia bangkit, manusia mendatanginya dan semua mereka
menakwilkan kitab Allah dan berhujah dengannya terhadapnya.” [51]
Perbicaraan tentang perkara ini sangat panjang mengenangkan kepahitan
selama hampir tiga belas tahun yang dijalani Ahmad Al Yamani dan para pendukungnya
yang minoriti. Shafwan bin Yahya meriwayatkan: “Abul Hasan Imam Ridha as
berkata,
“Sungguh kalian tidak akan melihat apa yang kalian
hajatkan sebelum kalian diuji dan disaring, hingga tiada yang tersisa dari
kalian kecuali sangat sedikit dari yang sedikit.” [52]
✡✡✡✡✡
-----------------------------
[47] Mu’jam Ahadits Al-Imam Al-Mahdi,
juz 2, ms 63
[48] kitab Al-Jawab Al-Munir,
juz 1, soalan no 2
[49] Apabila dua pihak yang
beragumentasi gagal menyelesaikan satu-satu isu berkaitan agama, maka kedua-dua
pihak berdoa kepada Allah untuk menimpakan laknat kepada pihak yang batil.
[50] Al-Kafi, juz 8, ms 388
[51] Al-Ghaibah an-Nu’mani,
ms 307
[52] Al-Ghaibah an-Nu’mani,
ms 216
Tiada ulasan:
Catat Ulasan