Imam
Jaafar Ash Shadiq as
Nama
: Ja’far
Gelar
: Ash-Shadiq
Jlillikan
: Abu Abdillah
Ayah
: Muhammad al-Baqir
lbu
: Fatimah
Tcmpat/Tgl
Lahir : Madinah, Senin 17 Rabiul Awal 83 H.
Hari/Tgl
Wafat : 25 Syawal 148 H.
Umur
: 65 Tahun
Sebab
Kematian : Diracun Manshur al-Dawaliki
Makam
: Baqi’, Madinah
Jumlah
Anak : 10 orang; 7 laki-laki, 3 perempuan
Anak
Laki-laki : Ismail, Abdullah, al-Afthah, Musa al-Kadzim, Ishaq, Muhammad
al-Dhibbaja, Abbas, Ali
Anak
Perempuan : Fatimah, Asma, Ummu Farwah
Riwayat
Hidup
Imam
Ja’far Ash-Shodiq a.s. adalab anak dari Imam Muhammad al-Baqir bin As Sajjad
bin Imam Husein As-Syahid bi karbala, shalawatullah wasalamuhu alaihim
aj-main.Beliau dilahirkan di Madinah al-Munawwarah, di masa pemerintahan Abdul
Malik bin Marwan, Dinasti Umayyah. Kehidupannya sarat dengan keilmuan dan
ketaatan kepada Tuhan, sebab sejak kecilnya hingga selama sembilan belas tahun,
beliau bernaung di bawah asuhan dan didikan ayahnya, Imam Muhammad al-Baqir.
Setelah kepergian ayahnya yang syahid, maka sejak tahun 114 H beliau
menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin spiritual yang juga marji’ dalam
segala bidang ilmu atas pilihan Allah dan Rasul-Nya. Situasi politik di zaman
Ja’far As-Shadiq a.s. sangat menguntungkan beliau. Sebab di saat itu terjadi
pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiah
yang saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik yang labil inilah Imam
Ja’far As-Shadiq a.s. mampu menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa.
Dakwah yang dilakukan beliau meluas ke segenap penjuru, sehingga digambarkan
murid beliau berjumlah empat ribu orang, yang terdiri dari para ulama, para
ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Jabir bin Hayyan At-Thusi, seorang ahli
matematika, Hisyam bin al-Hakam, Mu’min Thaq seorang ulama yang disegani, serta
berbagai ulama sunni seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri mazbab
hanafi) al-Qodi As-Sukuni dan lain-lain.
Seperti
yang digambarkan di atas bahwa di zaman Imam Ja’far terjadi pergolakan politik.
Rakyat sudah jenuh berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat
kekejaman dan penindasan yang dilakukan mereka selama ini. Situasi yang kacau
dan pemerintahan yang mulai goyah dimanfaatkan oleb golongan Abbasiah yang juga
berambisi kepada kekuasaan. Kemudian mereka berkampanye dengan berkedok sebagai
“para penuntut batas dan bani Hasyim”.
Bani
Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbas mulai membuka kedoknya serta merebut
kekuasaan dan Bani Umayyah. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani
Abbasiah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu ternyata Bani
Abbas memusuhi Ahlu Bait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja’far juga tidak luput
dari sasaran pembunuban. Pada 25 Syawal 148 H, al-Manshur membuat Imam Syahid
dengan meracunnya. “Imam Ja’far ibn Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada
tahun 83 H/702 M. Dia wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat
kalangan Syiah diracun dan dibunuh karena intrik al-Manshur, khalifah Dinasti
Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia menjadi Imam keenam atas titah ilahi dan
fatwa para pendahulunya ( Thabathaba’i dalam “Islam Syiah (Asal-Usul dan
Perkembanganny hal 233-234-235).
Selama
masa keimaman Imam ke-6 terdapat kesempatan yang lebih besar dan iklim yang
menguntungkan baginya untuk mengembangkan ajaran-ajaran agama. Ini dimungkinkan
akibat pergolakan di berbagai negeri Islam, terutama bangkit-nya kaum Muswaddah
untuk menggulingkan kekhalifahan Bani Umayyah, dan perang berdarah yang
akhirnya membawa kerutuhan dan kemusnahan Dinasti Umayyah. Kesempatan yang
lebih besar bagi ajaran kaum Syiah juga merupakan hasil dari landasan yang
menguntungkan, yang diciptakan Imam ke-5 selama 20 tahun masa keimamannya
melalui pengembangan ajaran Islam yang benar dan pengetahuan Ahlu Bait.
Imam
telah memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan berbagai pengetahuan
keagamaan sampai saat terakhir dari keimamannya yang bersamaan dengan akhir
Dinasti Umayyah dan awal dari kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Dia mendidik
banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan aqliah (intelektual)
dan naqliah (agama) seperti Zararah, Muhammad ibn Muslim, Mukmin Thaq, Hisyam
ibn Hakam, Aban ibn Taghlib, Hisyam ibn Salim, Huraiz, Hisyam Kaibi Nassabah,
dan Jabir ibn Hayyan, ahli kimia. Bahkan beberapa sarjana terkermuka Sunni
seperti Sofyan Tsauri, Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi, Qadhi Sukuni, Qodhi
Abu Bakhtari dan lain-lain, beroleh kehormatan menjadi murid-muridnya.
Disebutkan bahwa kelas-kelas dan majelis-majelis pengajaranya menghasilkan
empat ribu sarjana hadis dan ilmu pengetahuan lain. Jumlah hadis yang terkumpul
dari Imam ke-5 dan ke-6, lebih banyak dari seluruh hadis yang pernah dicatat
dari Imam lainnya.
Tetapi
menjelang akhir hayatnya, Imam menjadi sasaran pembatasan-pembatasan yang
dibuat atas dirinya oleh al-Manshur, khalifah Disnati Abbasiyah, yang
memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan yang kejam terhadap keturunan nabi,
yang merupakan kaum Syiah, hingga tindakan-tindakannya bahkan melampaui
kekejaman kaum Umayyah. Atas perintahnya mereka ditangkap dalam
kelompok-kelompok, beberapa dan mereka dibuang dalam penjara yang gelap dan
disiksa sampai mati, sedangkan yang lain dipancung atau dikubur hidup-hidup
atau ditempatkan di bawah atau di antara dinding-dinding yang dibangun di atas
mereka. Hisyam, khalifah Dinasti Umayyah, telah memerintahkan untuk
menangkap Imam ke-6 dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh
Saffah, khalifah Dinasti Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya Al Manshur
menangkapnya lagi dan dibawa ke Samarah untuk diawasi dan dengan segala cara
mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan
untuk membunuhnya. Kemudian Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia
menghabiskan sisa hidupnya dalam persembunyian, sampai dia diracun dan dibunuh
melalui upaya rahasia al-Manshur.
Mendengar
berita tewasnya Imam ke-6, Manshur menulis surat kepada gubenur Madinah,
memerintahkan untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa
kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya.
Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal
kepalanya seketika. Tentunya tujuan Manshur adalah untuk mengakhiri seluruh
masalah keimaman dan aspirasi kaum Syiah. Ketika gubenur Madinah, melaksanakan
perintah tersebut, membacakan pesan terakhir dan wasiatnya, dia mengetahui
bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang, untuk melaksanakan
amanat dan wasiatnya yang terakhir, yakni khalifah sendiri, gubenur Madinah,
Abdullah Aftah, putra Imam yang sulung, dan Musa, putranya yang bungsu. Dengan demikian
rencana al-Manshur menjadi gagal”.
Meskipun
Imam Ja’far telah syahid, namun peninggalannya, khususnya dalam bidang ilmu,
telah membawa babak baru dalam perkembangan kebudayaan islam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan