Selasa, 15 April 2014

Imam Ali Al Hadi An Naqi as

Imam Ali Al Hadi An Naqi as

Nama : Ali
Gelar : al-Hadi, al-Naqi
Julukan : Abu al-Hasan al-Tsaalits
Ayah : Muhammad Al-Jawad
lbu : al-Maghrabiah
Tempat/Tgl : Madinah, 15 Dzul-Hijjah/5 Rajab 212 H.
Hari/Tgl Wafat : Senin, 3 Rajab 254 H
Umur : 41Tahun
Sebab Kematian : Diracun Al-Mu’tamad al-Abbasi
Makam : Samara
Jumlah Anak : 5 orang; 4 Laki-Laki dan Perempuan
Anak Laki-laki : Abu Muhammad al-Hasan, al Husein, Muhammad, Ja’far
Anak Perempuan : Aisyah

Riwayat Hidup

Keberadaan seorang Imam sangat penting dalam menjaga kelestarian syariat serta kelangsungan peradaban sejarah. Mereka haruslah orang yang paling utama dalam bidang keilmuan, pemikiran dan politik, karena mereka adalah pemimpin bagi umat yang akan membimbing dan menyelesaikan segala permasalahan. Adanya keimamahan ini tidak lain merupakan kasih sayang ilahi terhadap umat manusia.

Dari kota risalah dan dari silsilah keluarga teragung dan termulia, lahirlah Ali al-Hadi bin Imam Muhammad al- Jawad. lbunya, Sumanah (al-Maghrabiah), merupakan se-orang Wanita yang shalihah. Imam Ali al-Hadi berada di bawah pemeliharaan dan pendidikan ayahnya sendiri. Tak syak lagi jika beliau kemudian menjadi panutan dalam akhlak, kezuhudan. ibadah, keilmuan dan kefaqihannya.
Bukan hanya karena kelebihannya saja yang menyebabkan beliau pantas menjadi Imam. namun penunjukan dari Imam sebelumnya atas titah Ilahi juga menjadi atasan kei- mamahannya. Semua orang, ulama, penguasa, mengetahui dengan jelas keimamahannya. Tampaknya itulah yang melahirkan pertentangan antara Muawiyah dengan Imam Ali a.s. dan Imam Hasan a.s, pertentangan Imam Husein dengan Yazid bin Muawiyah; pertentangan Hisyam bin Abdul Malik dengan Imam Muhammad al-Baqir a.s. dan Imam Ja’far as- Shadiq a.s, antara Abu Ja’far al-Manshur dengan Imam Ja’far Shadiq a.s, antara Harun ar-Rasyid dengan Imam Musa al-Kazim a.s, antara al-Makmun dengan Imam Ali ar-Ridha a.s., antara Muktasim dengan Imam Muhammad; Imam Ali Hadi an-Naqi a.s. al-Jawad a.s., antara al-Mutawakkil dengan lmam Ali al-Hadi a.s.
Masa keimamahan Ali al-Hadi adalah masa yang sarat dengan berbagai kerusakan, kejahatan serta merosotnya ekonomi rakyat akibat banyaknya pajak serta sulitnya keadaan. Beliau hidup semasa dengan Muktasim, al-Wasiqbillah, al- Mutawakkil, al-Muntasir, al-Musta’in dan al-Mu’taz.
Al-Muktasim merupakan salah seorang penguasa Bani Abbasiyah yang kehidupannya di isi dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat Allah, seperti meminum-minuman keras, suka tari-tarian serta pembunuhan terhadap pengikut Ahlul Bait. Dizamannyalah ayahanda Ali al-Hadi, wafat karena diracun. Hingga akhirnya al-Muktazim mati dengan berlumuran dosa dan berlumuran darah para pengikut Ahlul Bait. Setelah kematian Al-Muktasim 227 H, kekuasaan beralih ke tangan al-Wasiqbillah
Penderitaan para pengikut Ahlul Bait sedikit berkurang di zaman al-Wasiqbillah. Namun walau bagaimanapun, keadaan sosial dan politik tetap tidak mendukung penyebaran misi Ahlul Bait. Selama 5 tahun 7 bulan al-Wasiqbillah memegang tampuk kekuasaan dan setelah kematiannya kekuasaan beralih ke tangan al-Mutawakkil. Dalam sikap permusuhannya terhadap Ahlul Bait, Mutawakkil tak ada bandingannya di antara raja Abbasiah. Dia tak segan-segan merampas, menganiaya, bahkan membunuh siapapun yang dianggap setia kepada Ahlul Bait. Sedang keturunan Rasulullah saww, baik yang di Hijaz atau yang di Mesir, kehidupannya sangat memperihatinkan. Rakyat tidak diperkenankan sedikitpun untuk membantu mereka, hingga dikisahkan bahwa baju yang dipakai kaum wanita Fatimiyah, hanyalah baju yang menutupi separuh badan. Kudung tua yang dipakai untuk salat, mereka pake secara hergantian.

Tidak cukup hanya memusuhi Ahlul Bait dan keturunan Rasulullah saww serta para pengikutnya, tapi dia (Mutawakkil) juga sangat memusuhi Imam Ali bin Abi Thalib, yang dikutuk secara terang-terangan. Di suatu waktu dia memerintahkan seorang pelawaknya untuk mengejek dan menghina Imam Ali bin Abi Thalib di sebuah jamuan pesta yang diadakannya. Pada tahun 237 H/850 M, dia memerintahkan untuk meratakan makam Imam Husein a.s. yang ada di Karbala dan beberapa rumah di sekitarnya.
Pada tahun 243 H/857 M, akibat tuduhan palsu. al-Mutawakkil memerintahkan salah seorang pejabatnya untuk menyuruh Imam Ali al-Hadi pindah ke Samarah yang ketetika itu menjadi ibu kota. Dengan sabar Imam menanggung siksaan dan malapetaka dari Mutawakkil -penguasa Abbasiyah- sampai akhirnya al-Mutawakkil mati terbunuh saat mabuk dan digantikan al-Muntasir.
Al-Muntasir menggantikan ayah andanya sejak 248 H. Dia merupakan salah seorang penguasa yang sangat memusuhi kebejatan ayahnya (al-Mutawakkil). dan sangat menghormati Ahlul Bait Rasulullah saww. Walau hanya berkuasa selama 6 bulan. Beliau telah hanyak berlaku baik dan lemah lembut kepada Bani Hasyim serta tidak pernah meneror apalagi membunuhnya, bahkan tanah Fadak dikembalikan kepada Ahlul Bait sebagai pemilik yang syah. Enam bulan setelah berkuasa, beliau wafat dan digantikan oleh al-Musta’in.

Di masa al-Musta’in, kekejaman dan kesewenang-wenangan kembali merajalela. Pemerintahannya yang kacau dan kejam, hanya berlangsung 2 tahun 9 bulan. Atas perintah saudaranya (al-Mu’taz), dia dibunuh dan dipenggal. Kekuasaan beralih ke tangan al-Mu’taz. Dia tidak kalah kejamnya dengan al-Mutawakkil dan al-Musta’in, dan dizaman inilah Imam dipanggil ke “Samara”.
Penderitaan, penganiayaan dan penindasan dihadapi dengan sabar oleh Imam Ali al-Hadi. Akhirnya, beliau harus pulang ke Rahmatullah melalui racun yang diletakkan pada makanannya oleh al-Mu’taz. Kesyahidan tersebut terjadi pada tanggal 26 Jumadil Tsani 254 H dan doa pemakamannya dipimpin oleh putra beliau yaitu Imam Hasan al-‘Askari. Ketika wafat, beliau berusia 42 tahun yang kemudian dimakamkan di Samara.


Tiada ulasan: