Imam
Muhammad Al Jawad as
Nama
: Muhammad
Gelar
: Al-Jawad, Al-Taqi
Julukan
: Abu Ja’far
Ayah
: Ali Ar-Ridha
Ibu
: Sabikah yang dijuluki Raibanah
Tempat/Tgl
Lahir : Madinah, 10 Rajab 195 H.
Hari/Tgl
Wafat : Selasa, Akhir Dzul-Qa'idah 220 H.
Umur
: 25 Tahun
Sebab
kematian : diracun istrinya
Makam
: Al-Kadzimiah
Jumlah
Anak : 4 Orang; 2 laki-laki dan 2 perempuan
Anak
Laki-laki : Ali, Musa
Anak
Perempuan : Fatimah, Umamah
Riwayat
Hidup
Ahlul
Bait Nabi saww yang akan kita bicarakan kAliini adalah Muhammad al Jawad.
Beliau adalah putra dan Imam Ali Ar-Ridha a.s. yang dikenal sebagai orang yang
zuhud, alim serta ahli ibadah. lbunya Sabikah, berasal dari kota Naubiyah. Di
masa kanak-kanaknya beliau dibesarkan, diasuh dan dididik oleh ayahandanya
sendiri selama 4 tahun. Kemudian ayahandanya diharuskan pindah dari Madinah ke
Khurasan. ltulah pertermuan terakhir antara beliau dengan ayahnya, sebab
ayahnya kemudian mati diracun. Sejak tanggal 17 Safar 203 Hijriah, Imam
Muhammad aL-Jawad memegang tanggung jawab keimaman atas pernyataan ayahandanya
sendiri serta titah dari Ilahi.
Beliau
hidup di zaman peralihan antara al-Amin dan al-Makmun. Pada masa kecilnya
beliau merasakan adanya kekacauan di negerinya. Beliau juga mendengar
pengangkatan ayahnya sehagai putra mahkota yang mana kemudian terdengar kabar
tentang kematian ayahnya. Sejak kecil, beliau telah menunjukkan
sifal-sifat yang mulia serta tingkat kecerdasan yang tinggi. Dikisahkan bahwa
ketika ayahnya dipanggil ke Baghdad, beliau ikut mengantarkannya sampai ke Makkah.
Kemudian ayahnya tawaf dan berpamitan kepada Baitullah. Melihat ayahnya yang
berpamitan kepada Baitullah, beliau akhirnya duduk dan tidak mau berjalan.
Setelah ditanya, beliau menjawab: “Bagaimana mungkin saya bisa meninggalkan
tempat ini kalau ayah sudah berpamitan dengan Bait ini untuk tidak kembali
kemari”. Dengan kecerdasannya yang tinggi beliau yang masih berusia empat tahun
lebih bisa merasakan akan dekatnya perpisahan dengan ayahnya.
Dalam
bidang keilmuan, beliau telah dikenal karena seringkali berdiskusi dengan para
ulama di zamannya. Beliau mengungguli mereka semua, baik dalam bidang fiqih,
hadis, tafsir dan lain-lainnya. Melihat kepandaiannya, al-Makmun sebagai raja
saat itu, berniat mengawinkan Imam Muhammad al-Jawad dengan putrinya, Ummu
Fadhl.
Rencana
ini mendapat tantangan keras dari kaum kerabatnya, karena mereka takut Ahlul
Bait Rasulullah saww akan mengambil alih kekuasaan. Mereka kemudian
mensyaratkan agar Imam dipertemukan dengan seorang ahli agama Abbasiyah yang
bernama Yahya bin Aktsam. Pertemuan pun diatur, sementara Qodhi Yahya bin
Aktsam sudah berhadapan dengan Imam. Tanya jawab pun terjadi, ternyata
pertanyaan Qodi Yahya bin Aktsam dapat dijawab oleh Imam dengan benar dan
fasih. namun pcrtanyaan Imam tak mampu dijawabnya. Gemparlah semua hadirin yang
ikut hadir saat itu. Demikian pula halnya dengan al-Makmun, juga mersa kagum
sembari herkata: “Anda hebat sekali, wahai Abu Ja’far”. Imam pun akhirnya
dinikahkan dengan anaknya Ummu al-Hadlil, dan sebagai tanda suka cita,
al-Makmun kemudian membagi-bagikan hadiah secara royal kepada rakyatnya.
Setahun setelah pernikahannya Imam kembali ke Madinah hersama istrinya dan
kembali mengajarkan agama Allah.
Meskipun
di zaman al-Makmun, Ahlul Bait merasa lebih aman dari zaman sebelumnya, namun
beberapa pemberontakan masih juga terjadi. Itu semua dikarenakan adanya
perlakuan-perlakuan yang semena-mena dan para bawahan al-Makmun dan juga akibat
politik yang tidak lurus kepada umat.
Setelah
Al-Makmun mati, pemerintahan dipimpin oleh Muktasim. Muktasim menunjukkan sifat
kebencian kepada Ahlul Bait, seperti juga para pendahulunya. Penyiksaan,
penganiayaan dan pembunuhan terjadi lagi, hingga pemberontakan terjadi
dimana-mana dan semua mengatasnamakan “Ahlul Bait Rasulullah saww”. Melihat
pengaruh Imam Muhammad yang sangat besar ditengah masyarakat, serta kemuliaan
dan peranannya dalam bidang politik, ilmiah serta kemasyarakatan, maka
al-Muktasim tidak berbeda dengan para pendahulunya dalam hal takutnya terhadap
keimamahan Ahlul Bait Rasulullah saww.
Pada
tahun 219 H karena kekhawatirannya al-Muktasim meminta Imam pindah dari Madinah
ke Baghdad sehingga Imam berada dekat dengan pusat kekuasaan dan pengawasan.
Kepergiannya dielu-elukan oleh rakyat di sepanjang jalan.
Tidak
lama kemudian, tepatnya pada tahun 220 H, Imam wafat melalui rencana pembunuhan
yang diatur oleh Muktasim yaitu dengan cara meracuninya. Menurut riwayat beliau
diracun oleh istrinya sendiri, Ummu Fadl, putri al-Makmun atas hasutan
al-Muktasim. Imam Muhamad wafat dalam usia relatiisf muda yaitu 25 tahun dan
dimakamkan disamping datuknya, Imam Musa Kazim, di Kazimiah, perkuburan Qurays
di daerah pinggiran kota Bagdad. Meskipun beliau syahid dalam umur yang relatif
muda, namun jasa-jasanya dalam memperjuangkan dan mendidik umal sangatlah besar
sekali.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan