Imam
Ali Ar Ridha as
Nama
: Ali
Gelar
: Ar-Ridha
Julukan
: Abu al-Hasan
Ayah
: Musa al-Kadzim
Ibu
: Taktam yang dijuluki Ummu al-Banin
Tempat/Tgl
Lahir : Madinah, Kamis, 11 Dzulqo’dah 148 H
Hari/Tgl
Wafat : Selasa, 17 Shafar 203 H.
Umur
: 55 Tahun
Sebab
Kematian : Diracun Makinun al-Abbasi
Makam
: Masyhad, Iran
Jumlah
Anak : 6 orang; 5 Laki-laki dan 1 Perempuan
Anak
laki-laki : Muhmmad Al-Qani’, Hasan, Ja’far, Ibrahim, Husein
Anak
perempuan : Aisyah
Riwayat
Hidup
“Imam
adalah orang yang menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa
yang diharamkan-Nya”.
“Imam
adalah seorang yang berilmu bukan seorang yang bodoh, yang akan membimbing umat
bukan membuat makar”.
“Imam
itu tinggi ilmunya, sempurna sifat lemah lembutnya, tegas dalam perintah, tahu
tentang politik, punya hak untuk menjadi pemimpin”.
“Sesungguhnya
Imam itu kendali agama dan sistem bagi kaum muslimin serta pondasi Islam yang
kokoh. Dengannya, salat, zakat, puasa dan haji serta jihad menjadi lengkap”.
“Imam
bertanggung jawab memelihara Islam, serta mempertahankan syariat, aqidah dari
penyimpangan dan penyesalan”.
“Imam
bertanggungg jawab mendidik. umat, karenanya harus bersifat memiliki ilmu, tabu
tentang situasi dan kondisi sosial, politik dan kepemimpinan”.
Tulisan
di atas merupakan sedikit penjelasan tentang makna keimaman yang dikernukakan
Ali bin Musa Ar-Ridha a.s.
Beliau
adalah pewaris keimamahan setelah ayahnya, Musa al-Kazim a.s. yang wafat
diracun oleh Harun Ar-Rasyid. lbunya, Taktam yang dijuluki Ummu al-Banin dia
adalah seorang yang shalehah, ahli ibadah, utama dalam akal dan agamanya dan
setelah melahirkan Ali ar-Ridha a.s, Imam Musa memberinya nama at-thahirah.
Imam Ali ar-Ridha a.s hidup dalam bimbingan, pengajaran dan didikan ayahnya
selama tiga puluh lima tahun. Sejarah menjadi saksi nyata bahwa para Imam Ahlul
Bait ini sangat utama dalam kedudukannya yang sekaligus merupakan rujukan bagi
kaum muslimin dalam setiap permasalahan. Begitu juga Imam Ali ar-Ridha yang
tumbuh dalam didikan ayahnya pantas menjadi seorang Imam serta mursyid (guru
penunjuk) yang akan memelihara madrasah Ahlu Bait Nabi dan menduduki posisi
kepemimpinan di mata kaum muslimin.
Begitulah,
setiap Imam akan dibimbing oleh Imam sebelumnya dan setiap Imam akan
memperkenalkan dan menunjukkan identitas Imam yang akan menggantikannya, agar
kaum muslimin tidak kebingungan tentang siapa penerus misinya guna merujuk
kepadanya dalam mencari pengetahuan tentang syariat Islam, menimba ilmu dan
ma’rifat serta mengikuti kepemimpinan dan pentunjuknya.
Di
zaman Ali ar-Ridha a.s. bidang ilmu, kegiatan penelitian, penulisan buku dan
pendukumentasian telah berkembang pesat. Di masa ini juga hidup As-Syafi’i,
Malik bin Anas, As-Tsauri, As-Syaibani, Abdullah bin Mubarok dan berbagai
tokoh-tokoh ilmu pengelahuan syariat dan logika serta kemasyarakatan. Mengenai
situasi sosial saat itu, siapapun yang mengkaji akan mengetahui bahwa kehidupan
islam yang dipimpin al Mahdi, al-Hadi, ar-Rasyid, al-Amin dan al-Makmun adalah
kehidupan yang sarat dengan kefoya-foyaan, penuh dengan budak-budak perempuan,
para penyanyi, penari dan gelas-gelas khomer. Ribuan juta dinar dan dirham
dihambur-hamburkan sementara rakyat hidup dalam penekanan, pajak yang tinggi
serta kelaparan dan berbagai teror yang ditujukan kepada mereka. Di saat
seperti inilah Imam Ahlul Bait menunjukkan sikap ramahnya kepada kaum tertindas
yang hidup dalam serba ketakutan serta menyerukan perbaikan dan perubahan yang
sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya, mereka mengalami penyiksaan,
pengejaran, pemenjaraan pembunuhan. Sedang situasi politik saat itu, setelah
Harun Ar-Rasyid meracuni ayahnya dia masih hidup beberapa tahun bersama Iman
Ali Ar-Ridha. Perlakuan Harun Ar-Rasyid kepada Imam Ali ar-Ridha tidak seperti
perlakuan terhadap ayahnya.
Sebelum
Harun ar-Rasyid meninggal, dia membagi negeri kekuasaannya di antara ketiga
orang anaknya; al-Amin, al-Makmun, al-Qosim. Situasi politik dan perekonomian
mengalami kemerosotan yang tajam. Sementara itu, Imam Ali Ridha mempunyai
pengaruh yang besar terhadap para pengikutnya. Untuk mengantisipasi keadaan itu
dan sekaligus memadamkan adanya beberapa pemberontakan dari kaum Alawiyin,
al-Makmun kemudian mengumurnkan rencananya untuk mengangkat Imam Ali Ridha
sebagai putra mahkota sepeninggalnya. Walaupun rencana itu mendapat tantangan
yang keras dari pihak keluarganya, namun dia tetap bersikeras untuk
mempertahankan rencananya. Kemudian dia mengirim utusan kepada Imam Ridha dan
memintanya agar datang ke Khurasan untuk bermusyawarah berkenaan dengan
pengangkatan beliau sebagai putra mahkota. Dengan terpaksa Imam Ali Ridha a.s.
memenuhi panggilan itu. Setelah sampai di tempat al-Makrnun, rombongan kemudian
ditempatkan di sebuah rumah, sedang Imam Ridha a.s., di tempatkannya di sebuah
rumah tersendiri.
Akhirnya,
al-Makmun menuliskan nash baiat untuk Imam Ridha a.s. dengan tangannya sendiri,
dan Imam pun menanda tangani nash baiat, yang menyatakan bahwa beliau menerima
pengangkatan dirinya sebagai putra mahkota.
Sejarah
berbicara lain, al-Makmun bukan orang yang tidak suka kedudukan. Dia telah
membunuh saudaranya al-Amin dan juga membunuh orang-orang yang telah mengabdi
kepada saudaranya dan juga ayahnya, seperti Thahir bin Husain, al-Fadhl bin
Sahl dan lain-lain yang telah berjasa dalam mengukuhkan pemerintahannya, maka
bukan juga hal yang mustahil jika dia akhirnya menyusun siasat untuk membunuh
Imam dengan cara meracuninya.
Imam
Ridha a.s. syahid pada hari terakhir bulan Safar tahun 203 Hijriah di kota Thus
(Masyhad) dan dimakamkan disana juga, di rumah Humaid bin Qahthabah di sisi
kuburan Harun ar-Rasyid pada arah kiblat. Sekarang, makam beliau merupakan
makam yang sangat menonjol, yang dikunjungi oleh jutaan peziarah yang
berdesak-desakan di sekelilingnya. Kota di mana beliau di makamkan telah
menjadi kota yang besar di Republik Islam Iran. Letaknya berbatasan dengan
Rusia. Ia merupakan kota yang indah dan ramai. Di dalam nya terdapat
perkumpulan-perkumpulan ilmiah dan sekotah agama.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan