Imam
Ali Al Hadi An Naqi as
Nama
: Ali
Gelar
: al-Hadi, al-Naqi
Julukan
: Abu al-Hasan al-Tsaalits
Ayah
: Muhammad Al-Jawad
lbu
: al-Maghrabiah
Tempat/Tgl
: Madinah, 15 Dzul-Hijjah/5 Rajab 212 H.
Hari/Tgl
Wafat : Senin, 3 Rajab 254 H
Umur
: 41Tahun
Sebab
Kematian : Diracun Al-Mu’tamad al-Abbasi
Makam
: Samara
Jumlah
Anak : 5 orang; 4 Laki-Laki dan Perempuan
Anak
Laki-laki : Abu Muhammad al-Hasan, al Husein, Muhammad, Ja’far
Anak
Perempuan : Aisyah
Riwayat
Hidup
Keberadaan
seorang Imam sangat penting dalam menjaga kelestarian syariat serta
kelangsungan peradaban sejarah. Mereka haruslah orang yang paling utama dalam bidang
keilmuan, pemikiran dan politik, karena mereka adalah pemimpin bagi umat yang
akan membimbing dan menyelesaikan segala permasalahan. Adanya keimamahan ini
tidak lain merupakan kasih sayang ilahi terhadap umat manusia.
Dari
kota risalah dan dari silsilah keluarga teragung dan termulia, lahirlah Ali
al-Hadi bin Imam Muhammad al- Jawad. lbunya, Sumanah (al-Maghrabiah), merupakan
se-orang Wanita yang shalihah. Imam Ali al-Hadi berada di bawah pemeliharaan
dan pendidikan ayahnya sendiri. Tak syak lagi jika beliau kemudian menjadi
panutan dalam akhlak, kezuhudan. ibadah, keilmuan dan kefaqihannya.
Bukan
hanya karena kelebihannya saja yang menyebabkan beliau pantas menjadi Imam.
namun penunjukan dari Imam sebelumnya atas titah Ilahi juga menjadi atasan kei-
mamahannya. Semua orang, ulama, penguasa, mengetahui dengan jelas
keimamahannya. Tampaknya itulah yang melahirkan pertentangan antara Muawiyah dengan
Imam Ali a.s. dan Imam Hasan a.s, pertentangan Imam Husein dengan Yazid bin
Muawiyah; pertentangan Hisyam bin Abdul Malik dengan Imam Muhammad al-Baqir
a.s. dan Imam Ja’far as- Shadiq a.s, antara Abu Ja’far al-Manshur dengan Imam
Ja’far Shadiq a.s, antara Harun ar-Rasyid dengan Imam Musa al-Kazim a.s, antara
al-Makmun dengan Imam Ali ar-Ridha a.s., antara Muktasim dengan Imam Muhammad;
Imam Ali Hadi an-Naqi a.s. al-Jawad a.s., antara al-Mutawakkil dengan lmam Ali
al-Hadi a.s.
Masa
keimamahan Ali al-Hadi adalah masa yang sarat dengan berbagai kerusakan,
kejahatan serta merosotnya ekonomi rakyat akibat banyaknya pajak serta sulitnya
keadaan. Beliau hidup semasa dengan Muktasim, al-Wasiqbillah, al- Mutawakkil,
al-Muntasir, al-Musta’in dan al-Mu’taz.
Al-Muktasim
merupakan salah seorang penguasa Bani Abbasiyah yang kehidupannya di isi dengan
pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat Allah, seperti meminum-minuman keras,
suka tari-tarian serta pembunuhan terhadap pengikut Ahlul Bait. Dizamannyalah
ayahanda Ali al-Hadi, wafat karena diracun. Hingga akhirnya al-Muktazim mati
dengan berlumuran dosa dan berlumuran darah para pengikut Ahlul Bait. Setelah
kematian Al-Muktasim 227 H, kekuasaan beralih ke tangan al-Wasiqbillah
Penderitaan
para pengikut Ahlul Bait sedikit berkurang di zaman al-Wasiqbillah. Namun walau
bagaimanapun, keadaan sosial dan politik tetap tidak mendukung penyebaran misi
Ahlul Bait. Selama 5 tahun 7 bulan al-Wasiqbillah memegang tampuk kekuasaan dan
setelah kematiannya kekuasaan beralih ke tangan al-Mutawakkil. Dalam sikap
permusuhannya terhadap Ahlul Bait, Mutawakkil tak ada bandingannya di antara
raja Abbasiah. Dia tak segan-segan merampas, menganiaya, bahkan membunuh
siapapun yang dianggap setia kepada Ahlul Bait. Sedang keturunan Rasulullah saww,
baik yang di Hijaz atau yang di Mesir, kehidupannya sangat
memperihatinkan. Rakyat tidak diperkenankan sedikitpun untuk membantu mereka,
hingga dikisahkan bahwa baju yang dipakai kaum wanita Fatimiyah, hanyalah baju
yang menutupi separuh badan. Kudung tua yang dipakai untuk salat, mereka pake
secara hergantian.
Tidak
cukup hanya memusuhi Ahlul Bait dan keturunan Rasulullah saww serta para
pengikutnya, tapi dia (Mutawakkil) juga sangat memusuhi Imam Ali bin Abi
Thalib, yang dikutuk secara terang-terangan. Di suatu waktu dia memerintahkan
seorang pelawaknya untuk mengejek dan menghina Imam Ali bin Abi Thalib di
sebuah jamuan pesta yang diadakannya. Pada tahun 237 H/850 M, dia memerintahkan
untuk meratakan makam Imam Husein a.s. yang ada di Karbala dan beberapa rumah
di sekitarnya.
Pada
tahun 243 H/857 M, akibat tuduhan palsu. al-Mutawakkil memerintahkan salah
seorang pejabatnya untuk menyuruh Imam Ali al-Hadi pindah ke Samarah yang
ketetika itu menjadi ibu kota. Dengan sabar Imam menanggung siksaan dan malapetaka
dari Mutawakkil -penguasa Abbasiyah- sampai akhirnya al-Mutawakkil mati
terbunuh saat mabuk dan digantikan al-Muntasir.
Al-Muntasir
menggantikan ayah andanya sejak 248 H. Dia merupakan salah seorang penguasa
yang sangat memusuhi kebejatan ayahnya (al-Mutawakkil). dan sangat menghormati
Ahlul Bait Rasulullah saww. Walau hanya berkuasa selama 6 bulan. Beliau telah
hanyak berlaku baik dan lemah lembut kepada Bani Hasyim serta tidak pernah
meneror apalagi membunuhnya, bahkan tanah Fadak dikembalikan kepada Ahlul Bait
sebagai pemilik yang syah. Enam bulan setelah berkuasa, beliau wafat dan
digantikan oleh al-Musta’in.
Di
masa al-Musta’in, kekejaman dan kesewenang-wenangan kembali merajalela.
Pemerintahannya yang kacau dan kejam, hanya berlangsung 2 tahun 9 bulan. Atas
perintah saudaranya (al-Mu’taz), dia dibunuh dan dipenggal. Kekuasaan beralih
ke tangan al-Mu’taz. Dia tidak kalah kejamnya dengan al-Mutawakkil dan
al-Musta’in, dan dizaman inilah Imam dipanggil ke “Samara”.
Penderitaan,
penganiayaan dan penindasan dihadapi dengan sabar oleh Imam Ali al-Hadi.
Akhirnya, beliau harus pulang ke Rahmatullah melalui racun yang diletakkan pada
makanannya oleh al-Mu’taz. Kesyahidan tersebut terjadi pada tanggal 26 Jumadil
Tsani 254 H dan doa pemakamannya dipimpin oleh putra beliau yaitu Imam Hasan
al-‘Askari. Ketika wafat, beliau berusia 42 tahun yang kemudian dimakamkan di
Samara.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan